Kamis, 30 Januari 2014

[Don’t] Judge A Book by Its Cover . Part 2


***                                    ***
Sesampainya di Jakarta,
“Kamu beneran mau langsung balik ke Bandung neng? Ngga mau ikut teteh dulu atau nemuin teh Mela?”
“Ngga teh.. Lista mau langsung balik aja.”
“Kalo gitu teh Lisa temenin nyari bus ya..”
“Ngga usah teh.. Lista bisa sendiri kok. Dan kali ini insyaAlloh ngga bakal salah bus lagi. hehee…”
Lisa tersenyum lalu berpamitan dan berjanji akan mengunjungi Lista jika kembali ke Bandung.
Lista masih duduk melamun di terminal, pikirannya ingin segera kembali ke Bandung. Tapi hatinya menginginkan bertemu dengan teh Mela. Pikirannya terus saja mengingatkan betapa bencinya ia pada teh Mela, betapa ia jengkel karena kakaknya itu tak pernah mengunjunginya, lantas kenapa ia sekarang harus mengunjungi teh Mela? Tapi hatinya rindu, rindu ingin bertemu kakak semata wayangnya itu.

[Don’t] Judge A Book by Its Cover . Part 1

          
           Bismillahirrohman nirrohim..


Sampai sekarang Lista masih mempercayai teori yang ia buat sendiri tentang bagaimana menilai seseorang. Yah, teori yang berbunyi “Jugde a Book by Its Cover”, nilailah sebuah buku dari sampulnya. Kenapa demikian? Sementara banyak yang meyakini bahwa “penampilan itu belum tentu mewakili kepribadian seseorang, jadi jangan nilai seseorang berdasarkan penampilannya. Lihatlah ke dalam hatinya, bacalah isi buku itu sebelum memberi penilaian”, Lista justru berpikir “bagaimana bisa menilai isinya jika tidak semua buku bisa kita miliki? Kan tidak semua seri buku tersedia di Perpustakaan untuk bebas di baca? Dan logikanya, apa ada buku kumpulan puisi yang bertuliskan ‘Pintar Berhitung Matematika untuk Kelas 5 SD’ pada sampulnya? Bukankah sampul sebuah buku juga bertuliskan judul yang mewakili isi buku tersebut?”.