Irvan melihat sebuah tangan dengan sebilah silet cutter mulai merobek
perlahan permukaan sebuah tas kulit mewah milik seorang Ibu. Begitu perlahan
hingga si Ibu sama sekali tidak menyadari bahwa seseorang sedang berusaha
membuka dan mengambil isi tasnya. Irvan masih terpaku melihat kejadian
tersebut, ia masih belum bisa bereaksi apapun selain bibirnya terbuka dan
matanya membulat. Kini tangan itu mulai merogoh ke dalam tas dengan perlahan,
lebih pelan dari gerak slow motion pada film-film laga. Tapi, secepat kilat
tangan itu keluar dengan sebuah dompet dalam genggaman. Secepat itu pula dompet
berpindah ke dalam saku celana si pencopet. Irvan pun terhenyak dan memberanikan
diri berteriak, “COPEEET!!!”
*** ***
Sinar matahari menyengat begitu
kejamnya siang itu, Irvan lagi-lagi menyeka keringatnya dengan sapu tangan yang
disiapkan oleh Ibunya setiap pagi. Sambil menunggu bus yang tak kunjung datang,
Irvan melihat ke bawah kakinya, ia melihat bayangannya sendiri berada tepat di
sana. Menyadari hal tersebut Irvan menjadi teringat akan pelajaran IPA kelas 2
SD tentang bayangan.. bayangan terpendek
terjadi saat matahari tepat di atas kepala kita, begitu bunyinya. Lalu
Irvan melirik jam tangannya, pantes aja
orang ini jam dua belas kurang sepuluh.. ucapnya dalam hati. Ia mengedarkan
pandangan ke sekeliling halte, tak ada pelajar SD di sana selain dirinya. Kedua
teman sekelasnya Ilham dan Dika yang biasanya pulang bersama dengannya sekarang
di antar jemput oleh Ibu mereka masing-masing semenjak banyak berita penculikan
yang ditayangkan di TV-TV.