Kamis, 30 Januari 2014

[Don’t] Judge A Book by Its Cover . Part 1

          
           Bismillahirrohman nirrohim..


Sampai sekarang Lista masih mempercayai teori yang ia buat sendiri tentang bagaimana menilai seseorang. Yah, teori yang berbunyi “Jugde a Book by Its Cover”, nilailah sebuah buku dari sampulnya. Kenapa demikian? Sementara banyak yang meyakini bahwa “penampilan itu belum tentu mewakili kepribadian seseorang, jadi jangan nilai seseorang berdasarkan penampilannya. Lihatlah ke dalam hatinya, bacalah isi buku itu sebelum memberi penilaian”, Lista justru berpikir “bagaimana bisa menilai isinya jika tidak semua buku bisa kita miliki? Kan tidak semua seri buku tersedia di Perpustakaan untuk bebas di baca? Dan logikanya, apa ada buku kumpulan puisi yang bertuliskan ‘Pintar Berhitung Matematika untuk Kelas 5 SD’ pada sampulnya? Bukankah sampul sebuah buku juga bertuliskan judul yang mewakili isi buku tersebut?”.
Jadi, Lista lebih suka menilai seseorang berdasarkan penampilan dan bahasa tubuhnya.
            Teori Lista ini bukan tak berdasar, semakin hari, semakin banyak orang yang ia temui, semakin kuat pula kepercayaan Lista pada teorinya itu. Hingga suatu hari yang begitu berbeda, hari dimana Lista menyadari bahwa teorinya itu tidak selalu benar bagi semua buku. Teorinya tidak berlaku bagi buku yang memiliki sampul ganda, seseorang yang menutupi sampul dirinya yang sesungguhnya dengan sampul kepura-puraan. Seseorang yang menggandakan sampulnya demi kasihnya kepada Lista………
***                              ***
            “Lis, kumaha raporna? Udah di ambil?” tanya Putri di hari kenaikan kelas XI ke kelas XII. Tapi Lista hanya mengangkat pelan bahunya dengan konsentrasi masih pada layar handphonenya.
            “Kunaon kitu Lis? Teh Mela ngga dateng lagi?” seperti semester-semester sebelumnya. Anggukan kecil Lista membuat Putri langsung terdiam.
            “Haah.. mana sempet teh Mela ngurusin sekolahku? Pulang ke rumah buat nengokin adiknya aja ngga pernah..”
            “Hhh.. ya kamu yang ngertiin teh Mela juga dong, secara kan teh Mela artis. Papan atas, banyak fans, terkenal dimana-mana. Kan sibuk shooting juga buat ngebiayain hidup kamu..” cerocos Putri memperkeruh suasana.
            Lista menghela napas pendek dan berdiri. Ia bergegas memakai earphone dan melenggang meninggalkan Putri.
            “Loh List? Mau kemana?” teriak Putri, “Apa aku salah ngomong ya?.. ah sialan, kalo Lista kayak gitu udah jelas aku salah ngomong..”
            Lista berjalan ke halte bus, menanti si roda empat berhenti dan mengangkutnya. Tanpa tujuan jelas Lista asal naik bus yang petama kali berhenti di hadapannya. Ia masih membawa perasaan yang sama setiap harinya, perasaan jengkel pada kakaknya yang menurutnya tak mempedulikannya sama sekali. Mela adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki, setelah kecelakaan maut merenggut kedua orang tuanya untuk selamanya lima tahun yang lalu. Namun, Mela tak pernah menjadi kakak yang baik di mata Lista.
Dua bulan setelah kepergian orang tua mereka, Mela mengikuti sebuah audisi menjadi model di Jakarta dengan tujuan utama mendapat penghasilan untuk hidup mereka berdua. Mela merasa tidak mungkin selamanya ia dan Lista harus hidup pas-pasan. Mela diterima dan meniti karir di Ibu kota, meninggalkan Lista di Bandung. Hari-hari berlalu, bulan berlalu, dan tahun-tahun pun berlalu. Mela hanya sesekali mengunjungi Lista saat lebaran meskipun selalu mengirimi Lista uang yang banyak.
Tak terasa air mata Lista menetes mengingat kedua orang tuanya. Lista memandang awan berarak dalam lamunannya..
“Teh.. Lista kangen teteh, bukan uang teteh. Mana janji teh Mela pada Abi dan Umi buat selalu ngelindungi Lista? Teh Mela bahkan ngga pernah ada buat Lista..” ucapnya dalam hati.
Tiba-tiba seseorang yang tak di sadari Lista duduk di sampingnya memberinya sehelai tisu. Lista menoleh dan melihat senyum lembut seorang perempuan yang langsung saja mengingatkan Lista pada kakaknya. Dan perasaan jengkel Lista muncul lagi, tapi Lista menerima tisu itu sambil memaksa senyum di bibirnya..
“Haturnuwun teh..” ucap Lista singkat, yang dibalas senyuman oleh perempuan itu, masih dengan senyuman yang sama. Di lihat dari penampilannya, Lista percaya bahwa perempuan tersebut adalah seorang mahasiswi yang hendak berangkat kuliah. Senyum lembutnya menyiratkan ketulusan seorang kakak kepada adiknya, tapi Lista pikir perempuan itu justru tidak memiliki adik dalam keluarganya.
Bus berhenti di depan sebuah Universitas,
“Teteh duluan ya neng.. jangan kebanyakan ngebuang airmata berharga neng lagi.” ucap si perempuan. Dan dibalas senyuman kecil Lista. Lista menjadi salut dan tersentuh dengan ucapan perempuan itu, sepanjang perjalanan tadi ia menangis tapi perempuan itu tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk menghibur Lista, tidak mencoba bertanya apapun, dan itu membuat Lista merasa bebas menangis di sana. Bahkan Lista sempat melihat saat perempuan itu mencegah beberapa orang yang hendak menanyai Lista.
Bus masih melaju, Lista masih melamun di depan jendela tanpa tahu apa yang ia pikirkan lagi. Banyak orang yang bergantian duduk di sampingnya tanpa ia hiraukan,
1. Seorang Nenek yang mengenakan kebaya dan konde lengkap. Lista menduga Nenek itu mungkin akan ke kondangan, dan Lista benar.
“Duh kumaha sih A’? bisa telat ini ka kawinan si Rohali..” ucap Nenek itu pada seorang pria yang berdiri di samping beliau.
“Punten atuh Mak, mobilna mogok. Ya terpaksa naik bus..”
2. Seorang anak SD berseragam yang naik bus bersama Ibunya dengan wajah masam. Ini hari penerimaan rapor, jadi Lista berpikir bahwa mungkin adik itu mendapat peringkat buruk di kelasnya. Dan lagi-lagi Lista benar,
“Mah…” ucap anak itu lirih pada Ibunya yang duduk di seberangnya.
“Naon?! Teu usah minta ka Taman! Di suruh rangking siji bae teu bisa, malah rangking dua! Mak isin….”
Oh, perkiraan Lista sedikit melenceng. Lagipula kejam sekali emak itu, pikir Lista. Ternyata Lista masih lebih beruntung tidak pernah ada yang memaksanya untuk menjadi pintar.
3. Seorang perempuan modern yang berdandan ala artis. Lista menduga pasti dalam hatinya perempuan ini udah nggak betah naik bus. Perempuan itu tidak seperti seorang yang biasanya naik bus, penampilannya lebih cocok jika naik taksi atau mobil pribadi. Gelagatnya seperti orang menahan amarah, tangannya menggerak-gerakkan kipas terus menerus, padahal suasanan bus cukup sepi dan tidak begitu panas menurut Lista.
“Ergh… panas banget sih?! Mana supirnya lelet pula..” gerutunya, “emang selalu lambat kayak gini ya neng?” tanyanya pada Lista.
“Eh.. ehm.. engga kok teh, mungkin karna sedikit macet.” Jawab Lista dengan sedikit tergagap karena pertanyaan yang tiba-tiba. Ternyata benar dugaan Lista bahwa perempuan itu tidak terbiasa naik bus.
Perempuan itu lalu beranjak dari tempat duduknya menuju kursi depan yang terdekat dengan supir bus dan tampak mengomel. Lista tak mau mendengar keributan apa pun jadi ia putuskan langsung memasang earphone.

Lista terbangun dari tidurnya, ia terhenyak kaget saat menyadari bahwa ia masih dalam bus yang ia tumpangi dari sekolah tadi. Ia melihat keluar jendela dan terheran-heran melihat pemandangan di depannya. Lista kira ia salah naik bus, karena ia tak mengenali daerah yang sedang dilihatnya itu. Lista harus kembali, Lista tak seharusnya dalam bus itu.
Lista menghampiri supir bus,
“Maaf Pak saya mau tanya, ini bus menuju kemana ya Pak?”
“Loh neng, kita sudah hampir sampai di Jakarta.” Jawab Pak Kondektur.
“Jakarta, Pak? Waduh saya salah naik bus Pak, saya turun di sini saja Pak..” Lista mulai kebingungan.
“Wah neng kalau mau balik Bandung lagi nanti pas sudah sampai di terminal sekalian ya neng, kita baru saja masuk jalan tol..” ucap pak supir.
Lista tertunduk lesu..
“Pak, terus tadi kenapa saya nggak di mintain uang karcis?” tanya Lista heran.
“Tadi pas bapak keliling, si neng lagi tidur. Trus neng juga dibayarin perempuan yang duduk di samping neng..”
“Perempuan?” lalu Lista kembali ke kursi tempat ia duduk tadi, masih dalam bingung.
“Loh? Teteh yang tadi pagi kan?” Lista melihat perempuan yang duduk di kursi di sampingnya adalah perempuan yang memberinya tisu tadi pagi. Perempuan itu tersenyum,
“Iya neng.. sini duduk,” ucap perempuan itu. Lalu Lista duduk di sampingnya.
“Tapi.. aku nggak seharusnya di sini teh..” ucap Lista lirih dengan tatapan kosong ke luar jendela, “oh ya teh, ini uangnya teteh aku ganti..” Lista mencari dompetnya dalam tas.
“Ntos teu usah neng.. teteh seneng bisa ngebayarin neng,” perempuan itu masih tersenyum, “Oh iya, nama teteh Lisa..”
“Ah iya teh, haturnuwun lagi kalo gitu teh Lisa.. namaku Lista, teh” ucap Lista. Dalam hati ia bersyukur karena dengan begitu ia punya cukup uang untuk kembali ke Bandung setibanya di Jakarta nanti.
“Tadi maksud Lista bahwa nggak seharusnya di sini kenapa neng? Apa ada hubungannya dengan kesedihan Lista tadi pagi?” kini Lisa bertanya tanpa senyuman.
“Ehm.. bukan teh, Lista salah naik bus dan tadi ketiduran.”
“Hah? Kalo gitu maafin teteh ya, nanti teteh cariin bus buat balik ke Bandung dan teteh janji teteh bayarin lagi soalnya kamu kejebak di sini gara-gara teteh juga..” terlihat sekali bahwa Lisa menyesal.
“Teh Lisa baik banget.. tapi teu usah teh. Ini salah Lista sendiri juga… coba tadi pagi Lista nggak marah karna ucapan Putri…” lalu secara otomatis Lista menceritakan masalahnya, secara detail. Lisa mendengarkan dengan seksama, tak sedikitpun menyela Lista. Ia hanya mengangguk tanda mengerti.
Lista menyeka air mata yang mulai menetes di pipinya lagi,
“Maaf teh, Lista malah jadi curhat panjang lebar.. setelah ini teteh boleh lupain curhatan Lista..” ucap Lista, ia sendiri juga heran. Baru kali ini ia mempercayai orang yang baru dikenalnya dengan begitu mudah.
Lisa ternyata ikut meneteskan air mata mendengar ungkapan Lista mengenai kakaknya, “Ngga apa apa neng, teteh ngga bakal lupa.. walaupun teh Lisa ngga punya adik tapi teteh janji kalo teteh diberi kesempatan punya adik, teteh ngga bakal ninggalin dia. Teteh ngga mau dia sesedih Lista..”
“Iya teh.. sekarang Lista sedikit lega karna udah cerita.”
***                                    ***


1 komentar:

  1. Setuju sekali mba, jangan menilai seseorang hanya dari luar saja.

    Disini Supplier Vinyl Lantai anti bakteri terlengkap, Tersedia vinyl rumah sakit seperti pada kamar operasi, ICU, NICU, PICU, Lab, KLinik dll.
    Dapatkan pelapis lantai harga murah hanya di Toko Lantai Vinyl Jakarta.
    Jenis Vinyl Pelapis Lantai terbaik dan berkualitas, Produk Impor bersertifikat ISO.
    Distributor Lantai Vinyl Harga murah se indonesia.
    Inilah jenis Vinyl Lantai Rumah Sakit terpopuler pemakaiannya pada rumah sakit saat ini, Lebih khusus pada kamar operasi.
    Jual Wallpaper Dinding 3D harga murah, Gambar dan ukuran sesuai kebutuhan.

    https://listangga.blogspot.com/

    BalasHapus