Bukan
musisi yang pandai mengungkapkan rasa lewat nada, bukan pula penyair yang
pandai merangkai kata dengan indahnya, aku hanya seorang yang berusaha
mengungkapkan maksud melalui tulisan. Yang kuinginkan adalah perubahan,
setidaknya perubahan apa yang kurasakan dalam hati; menjadi lebih lega. Yang
kuharapkan adalah kenangan, setidaknya untuk kutertawakan sendiri di hari kelak
karena kedewasaanku; menertawakan karya sendiri. Yang sangat kudambakan adalah
membangun apa yang kurasa belum kumiliki jika hanya mengandalkan gen dari kedua orang tuaku;
bakat menulis. Dan yang kuidamkan adalah
memberi manfaat kepada lingkungan, bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi manusia lainnya?
memberi manfaat kepada lingkungan, bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi manusia lainnya?
Apa
yang mendorongmu menulis? Tidak ada. Sama sekali tidak ada dorongan yang
memaksaku untuk menulis. Kurasa otakku secara otomatis memberi perintah pada
jari-jari ini untuk menuliskan apa yang dipikirkannya. Aku bukan orang yang
pandai berbicara dan mengumbar perasaan begitu saja melalui lisan. Tidak semudah
itu. Aku butuh media yang membuatku tanpa rasa malu mengungkapkan apa yang
ingin kuungkapkan dengan bebas berekspresi wajah seperti apapun dan tanpa harus
menatap mata siapapun.
Menulisku tanpa tujuan, hanya dengan
niat mengungkapkan. Justru, si tujuan lah yang datang seiring dengan apa yang
kutulis.
Siapa
yang menginspirasimu? Sebenarnya secara khusus inspirator menulis tidak
ada, atau justru tidak ada karena terlalu banyak inspirator?
Membaca dulu baru menulis, benar
kan? Ya, dengan membaca kisah-kisah yang telah dibukukan dan mendapat pesan
moral di dalamnya, saat mendapati ide mengenai kisah yang muncul secara
tiba-tiba, secara otomatis aku akan menulis. Di usia remaja, kebanyakan buku
yang kubaca bertemakan cinta dan sekolah. dan saat itulah aku menuliskan
sesuatu yang bertema sama. Tapi beranjak dewasa, aku mulai berpikir bahwa itu
bukan suatu tema yang akan mendatangkan manfaat besar bagi pembaca jika tanpa
dibumbui hal-hal di luar kelogisan.
Mungkin berawal dari buku berisi
kumpulan dongeng Aesop yang kubaca, aku mulai menyukai kisah-kisah sederhana
“tanpa bumbu di luar kelogisan” yang justru lebih bermakna, realistis, dan
bermanfaat dalam kehidupan. Aku sangat menggemari dongeng-dongeng inspiratif
tersebut, aku menggemari kisah-kisah yang diajarkan Mbah Aesop seperti halnya
kisah-kisah si Kancil yang di ceritakan kakek dikala kecil. Aku membayangkan
apabila aku hidup di zaman Mbah Aesop. Mungkin saat itu aku akan berharap
menjadi cucunya dan tidak pernah ingin tumbuh dewasa agar bisa selalu mendengar
dongeng darinya. Walaupun ternyata, dongeng-dongeng tersebut terasa lebih
realistis saat aku tumbuh dewasa dan memahami kehidupan.
Aku ingin menjadi seperti beliau,
yang kisah-kisahnya bermanfaat dan selalu dikenang.
Aku ingin menjadi seperti beliau,
yang kisah-kisahnya dikenal seluruh dunia dan di ceritakan setiap malam
menjelang tidur.
Menonton kisah di film juga
seringkali menginspirasi untuk membuat tulisan, seperti kisah dalam 1778
Stories of Me and My Wife. Ada kekuatan menyehatkan di balik tulisan.
Suka
duka dan jatuh bangun dalam mewujudkan impian menjadi seorang penulis? Banyak.
Dan lebih banyak lagi dari yang kukira sebelumnya. Kubahas dulu mengenai dukanya,
karena aku tak ingin apa pun yang berakhir dengan duka. Duka yang kurasa
mungkin belum sedalam duka para penulis yang sukanya sudah besar di masa
sekarang.
Duka adalah saat tulisanmu tak ada yang membaca
kecuali kamu memintanya. Duka adalah saat pembaca tulisanmu tak meninggalkan
jejak sehingga kamu tidak bisa memperbaiki tulisanmu. Duka adalah saat kamu
menyadari bahwa sebenarnya tulisanmu tidak layak disebut sebagai tulisan. Duka
adalah saat orang yang kamu harapkan menjadi pembaca pertamamu justru memilih
menonton sinetron di televisi. Duka adalah saat kamu merasa malu karena
ternyata tulisanmu mirip sebuah diary. Duka adalah saat tulisanmu ditolak dan
dikembalikan. Tapi duka terbesar adalah
saat tulisanku sama sekali tidak mendatangkan manfaat bagi orang lain.
Sedangkan suka, suka adalah saat seorang yang tak kamu
sangka sebenarnya menjadi pembaca setiamu. Suka adalah saat kamu mendapat
kritikan dan saran untuk memperbaiki karya. Suka adalah saat seseorang mampu
meneteskan air mata setelah membaca tulisanmu. Suka adalah saat statistik
pembaca tulisanmu meningkat. Suka adalah saat menertawakan tulisanmu di masa
lampau karena tulisan itu terasa lucu saat kamu membacanya sekarang, tapi itu
wajar dan memang harus begitu, ada yang mengatakan “seseorang sudah dewasa
ketika ia sudah bisa menertawakan dirinya di masa lampau.” Tapi suka terbesar adalah saat tulisanku mendatangkan manfaat bagi
orang lain, mungkin tertawa, menangis haru, ataupun menjadi suatu inspirasi
dalam hidupnya.
Karanganyar, 26 Februari 2014
Semoga Bermanfaat :-)
s4stika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar