Jumat, 28 Februari 2014

Draft 2 : Pak Ehem


Khusus pada entri berjudul draft akan ada fenomena-fenomena kehidupan yang saya bagikan. Semoga bermanfaat dan bisa di pahami :)
            Menindak lanjuti postingan saya di Draft1. Kali ini akan bercerita tentang perilaku negative yang dilakukan seorang oknum guru. Kisah ini tanpa tujuan apapun kecuali hanya agar menjadi pelajaran bagi teman-teman (calon) guru sekalian khususnya.
            Ini tentang guru baru adik-adik SD saya tersayang. Sebut saja ‘Pak Ehem’(nama disamarkan demi ketidakadaan unsur pencemaran nama baik). Akhir-akhir ini adik-adik saya yang kelas 1 maupun kelas 6 SD seringkali menyebut nama Pak Ehem tersebut, kalau kelas 1 jelas katanya beliau mengajar mereka di kelas. Namun untuk kelas 6 konon katanya mengajar bimbingan belajar di rumah, seingat saya khusus untuk pelajaran matematika saja.
            Mungkin pertama kali saya mendengar nama Pak Ehem adalah saat seorang adik saya kelas 6 –sebut saja Tri- tidak lagi datang ke rumah untuk belajar dan menurut teman-temannya beralih datang ke rumah Pak Ehem tersebut. Saya juga tidak tahu kenapa Tri memutuskan hal tersebut, karena se-perasaan saya dia baik-baik saja selama datang kemari dan saya mengenalnya sebagai anak yang kreatif terutama di bidang seni rupa. Gambaran yang ia tempelkan di Mading Bbersama kami selalu menjadi yang terbaik. Well, saya kadang berpikir apa saya keterlaluan saat bercanda dengannya? Apa saya terlalu keras padanya? Tapi dia selalu tertawa dan tersenyum di sini. Entahlah.. sekarang sebagai gantinya, adik Tri –sebut saja Fean (kelas 1)- yang datang ke rumah. Dia anak yang cerdas meskipun memiliki keterbatasan fisik, dia anak yang PD dan sering membuat tertawa.
            Kembali ke kisah Pak Ehem. Beberapa hari sesudahnya, tidak hanya Tri yang berhenti datang, disusul juga beberapa anak laki-laki dan perempuan lainnya. Tapi bukan ini yang akan saya ceritakan sebagai satu pelajaran.
            Sekitar satu bulan kemudian, adik-adik saya akan menjalani TAB (Tes Akhir Bulan). Saat berkunjung ke rumah, adik-adik setia (seperti Pur, Mila, dkk) menceritakan suatu kenyataan yang sungguh membuat saya dan mereka kecewa. Pak Ehem memberikan bocoran soal dan kunci jawaban berbagai mata pelajaran TAB kepada siswa-siswa yang belajar di rumahnya. Sungguh suatu pukulan besar bagi kami. Adik-adik bercerita bahwa hal tersebut terjadi karena Pak Ehem yang diberi mandat untuk memfotocopy berkas soal dan kunci jawaban TAB oleh sekolah. Nah, saat itulah beliau menyalin lebih untuk siswa-siswi yang belajar ke rumahnya.
Sungguh miris. Adik-adik ini masih sangat belia, kenapa mereka dididik untuk curang? Kenapa pula oleh seorang guru SD? Bukankah seharusnya beliau mendidik agar mereka berperilaku jujur? Kami kecewa. Tapi sepertinya rasa kecewa yang saya rasakan lebih besar ketimbang yang dirasakan adik-adik saya, karena mereka selalu berkata “Kami Jurdil kok, Mbak.” Terimakasih adik-adik, kalian sedikit melegakan saya. Saya pun hanya bisa berkata bahwa kejujuran lah yang akan menang. Dan yang saya senangi dari adik-adik saya bahwa mereka tidak merasa iri pada nilai-nilai hasil TAB yang diterima Tri dkk, mereka tetap menerima nilai murni mereka meskipun tidak setinggi Tri dkk. Saya bangga pada adik-adik saya ini.
Ada fakta lain yang terungkap akhir-akhir ini. Di musim-musim menjelang ujian seperti ini, adik-adik saya mendapat TO (Try Out) pertama bulan lalu. Dan hasilnya? Tri dkk tidak mendapatkan nilai se’memuaskan’ seperti nilai TAB mereka. Yah, kenyataan membuktikan.
Ah iya, ada hal miris lain yang saya dengar belum lama ini, yaitu tentang Pak Ehem yang mengancam salah satu dari AAR. Beliau (Pak Ehem) meraih kerah baju seragam salah satu dari AAR dan mendorongnya ke tembok sambil “getem-getem” dan mengancam. Guru macam apa beliau sebenarnya? Hal tersebut beliau lakukan karena salah satu dari AAR memergoki contekan yang Pak Ehem berikan pada Tri. Salah satu dari AAR sengaja menggeledah tas Tri dan menemukan soal-soal yang sama persis dengan soal TAB. Namun, hal yang lebih miris adalah saat hal tersebut dilaporkan pada guru yang lain, sang guru berdalih bahwa soal tersebut berbeda. Padahal jelas-jelas sama.
Satu lagi pengakuan yang saya dengar mengenai Pak Ehem. Yaitu yang datang dari seorang adik yang sekarang sudah lulus dari SD dan duduk di bangku kelas 1 SMP, ia masih sering belajar ke rumah saya. Ia mengatakan bahwa ya, dulu juga seperti itu. pas aku kelas 6 juga di kasih bocoran kayak gitu, Mbak. Waktu itu Pak Ehem jadi guru pengganti yang ngajar kelasku.. Pak Ehem bilang buat nggak boleh ngomong ke guru lain. Ah jadi sifat itu sudah mengalir dalam darah Pak Ehem. Dan satu hal miris lain yang dia ceritakan yaitu bahwa Pak Ehem pernah mengucapkan kata-kata kasar padanya saat di sebuah warung internet. Miris.
Semoga kelak guru yang seharusnya digugu lan ditiru tidak ada yang mewarisi sifat Pak Ehem. Cukuplah hanya beliau saja. Calon guru, mari bertekad untuk benar-benar mendidik dan mengajar dengan baik. Mendidik generasi muda untuk memiliki kepribadian yang baik dan mengajarkan ilmu sebagai bekal kehidupannya.


NB : Kabar baik mengenai Pendi yang kata teman-temannya berkata malu untuk datang. Ah saat saya tanya malu pada siapa kata mereka malu pada saya. Saya hanya berpesan “katakan saja bahwa Mbak merindukannya..” :D dan tadi teman-temannya berkata Pendi menanyakan “apa aku nggak bakal di huuuuuuuu jika datang kembali?” dasar anak manis! Tentu saja tidak! :D


Karanganyar, 28 Februari 2014
Semoga Bermanaat :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar