Khusus pada entri berjudul draft akan ada fenomena-fenomena kehidupan yang
saya bagikan. Semoga bermanfaat dan bisa di pahami :)
Menindak lanjuti postingan saya di Draft1. Kali ini akan bercerita tentang perilaku negative yang dilakukan seorang
oknum guru. Kisah ini tanpa tujuan apapun kecuali hanya agar menjadi pelajaran
bagi teman-teman (calon) guru sekalian khususnya.
Ini tentang guru baru adik-adik SD saya
tersayang. Sebut saja ‘Pak Ehem’(nama disamarkan demi ketidakadaan unsur
pencemaran nama baik). Akhir-akhir ini adik-adik saya yang kelas 1 maupun kelas
6 SD seringkali menyebut nama Pak Ehem tersebut, kalau kelas 1 jelas katanya beliau
mengajar mereka di kelas. Namun untuk kelas 6 konon katanya mengajar bimbingan
belajar di rumah, seingat saya khusus untuk pelajaran matematika saja.
Mungkin pertama kali saya mendengar
nama Pak Ehem adalah saat seorang adik saya kelas 6 –sebut saja Tri- tidak lagi
datang ke rumah untuk belajar dan menurut teman-temannya beralih datang ke
rumah Pak Ehem tersebut. Saya juga tidak tahu kenapa Tri memutuskan hal
tersebut, karena se-perasaan saya dia baik-baik saja selama datang kemari dan
saya mengenalnya sebagai anak yang kreatif terutama di bidang seni rupa. Gambaran
yang ia tempelkan di Mading Bbersama kami selalu menjadi yang terbaik. Well, saya kadang berpikir apa saya keterlaluan saat bercanda
dengannya? Apa saya terlalu keras padanya? Tapi dia selalu tertawa dan
tersenyum di sini. Entahlah.. sekarang sebagai gantinya, adik Tri –sebut saja
Fean (kelas 1)- yang datang ke rumah. Dia anak yang cerdas meskipun memiliki
keterbatasan fisik, dia anak yang PD dan sering membuat tertawa.
Kembali ke kisah Pak Ehem. Beberapa hari
sesudahnya, tidak hanya Tri yang berhenti datang, disusul juga beberapa anak
laki-laki dan perempuan lainnya. Tapi bukan ini yang akan saya ceritakan
sebagai satu pelajaran.
Sekitar satu bulan kemudian,
adik-adik saya akan menjalani TAB (Tes Akhir Bulan). Saat berkunjung ke rumah,
adik-adik setia (seperti Pur, Mila, dkk) menceritakan suatu kenyataan yang
sungguh membuat saya dan mereka kecewa. Pak
Ehem memberikan bocoran soal dan kunci jawaban berbagai mata pelajaran TAB
kepada siswa-siswa yang belajar di rumahnya. Sungguh suatu pukulan besar
bagi kami. Adik-adik bercerita bahwa hal tersebut terjadi karena Pak Ehem yang
diberi mandat untuk memfotocopy berkas soal dan kunci jawaban TAB oleh sekolah.
Nah, saat itulah beliau menyalin lebih untuk siswa-siswi yang belajar ke
rumahnya.
Sungguh miris. Adik-adik ini masih sangat
belia, kenapa mereka dididik untuk curang? Kenapa pula oleh seorang guru SD?
Bukankah seharusnya beliau mendidik agar mereka berperilaku jujur? Kami kecewa. Tapi sepertinya rasa kecewa yang
saya rasakan lebih besar ketimbang yang dirasakan adik-adik saya, karena mereka
selalu berkata “Kami Jurdil kok, Mbak.” Terimakasih adik-adik, kalian sedikit
melegakan saya. Saya pun hanya bisa berkata bahwa kejujuran lah yang akan
menang. Dan yang saya senangi dari adik-adik saya bahwa mereka tidak merasa iri
pada nilai-nilai hasil TAB yang diterima Tri dkk, mereka tetap menerima nilai
murni mereka meskipun tidak setinggi Tri dkk. Saya bangga pada adik-adik saya
ini.
Ada fakta lain yang terungkap akhir-akhir ini. Di musim-musim menjelang
ujian seperti ini, adik-adik saya mendapat TO (Try Out) pertama bulan lalu. Dan
hasilnya? Tri dkk tidak mendapatkan nilai se’memuaskan’ seperti nilai TAB
mereka. Yah, kenyataan membuktikan.
Ah iya, ada hal miris lain yang saya dengar belum lama ini, yaitu
tentang Pak Ehem yang mengancam salah satu dari AAR. Beliau (Pak Ehem) meraih
kerah baju seragam salah satu dari AAR dan mendorongnya ke tembok sambil “getem-getem”
dan mengancam. Guru macam apa beliau
sebenarnya? Hal tersebut beliau lakukan karena salah satu dari AAR
memergoki contekan yang Pak Ehem berikan pada Tri. Salah satu dari AAR sengaja
menggeledah tas Tri dan menemukan soal-soal yang sama persis dengan soal TAB. Namun,
hal yang lebih miris adalah saat hal tersebut dilaporkan pada guru yang lain,
sang guru berdalih bahwa soal tersebut berbeda. Padahal jelas-jelas sama.
Satu lagi pengakuan yang saya dengar mengenai Pak Ehem. Yaitu yang
datang dari seorang adik yang sekarang sudah lulus dari SD dan duduk di bangku
kelas 1 SMP, ia masih sering belajar ke rumah saya. Ia mengatakan bahwa ya, dulu juga seperti itu. pas aku kelas 6
juga di kasih bocoran kayak gitu, Mbak. Waktu itu Pak Ehem jadi guru pengganti
yang ngajar kelasku.. Pak Ehem bilang buat nggak boleh ngomong ke guru lain.
Ah jadi sifat itu sudah mengalir dalam darah Pak Ehem. Dan satu hal miris lain
yang dia ceritakan yaitu bahwa Pak Ehem pernah mengucapkan kata-kata kasar
padanya saat di sebuah warung internet. Miris.
Semoga kelak guru yang seharusnya digugu lan ditiru tidak ada yang
mewarisi sifat Pak Ehem. Cukuplah hanya beliau saja. Calon guru, mari bertekad
untuk benar-benar mendidik dan mengajar dengan baik. Mendidik generasi muda
untuk memiliki kepribadian yang baik dan mengajarkan ilmu sebagai bekal
kehidupannya.
NB : Kabar baik
mengenai Pendi yang kata teman-temannya berkata malu untuk datang. Ah saat saya tanya malu pada siapa kata mereka
malu pada saya. Saya hanya berpesan “katakan saja bahwa Mbak merindukannya..”
:D dan tadi teman-temannya berkata Pendi menanyakan “apa aku nggak bakal di huuuuuuuu jika datang kembali?” dasar
anak manis! Tentu saja tidak! :D
Karanganyar,
28 Februari 2014
Semoga
Bermanaat :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar