Sabtu, 24 Mei 2014

Menuai “Janji Langit”nya AISHWORO AnG



PARAGRAF YANG BAGUS (y) :


     “… Jika memang kamu tidak berhasil masuk UMY, itupun sesungguhnya bukanlah sebuah kegagalan. Kamu telah berhasil menaklukan rasa takutmu. Dan yakinlah kamu akan diterima oleh ilmu sebagai orang yang merindukannya.”
     Begitulah kalimat yang kerap kali dia dengungkan kepadaku. Sebuah untaian kata sederhana dan seringkali dikhutbahkan banyak orang. Namun, bila yang mengatakannya adalah seorang sahabat yang tulus, lain rasanya. Kata-kata sahabat sejati adalah cahaya matahari yang menerangi kegelapan dalam nebula hati.
(Halaman 56)

     Aku tafakur. Betapa sesulit apapun keadaan, segala kemungkinan bisa terjadi. Karena sejatinya, dalam kemauan, kerja keras, dan keberanian tersimpan keberuntungan. Laksana hujan yang bersembunyi di balik guruh dan petir. Seperti langit yang menjanjikan cahaya bintang gemilang kala mentari pamit ke peraduan. (Halaman 58)

     Di sini, aku begitu jauh tertinggal dari mahasiswa lainnya. Aku adalah kelinci malang yang terjebak dalam kawanan kuda Galapagos yang gagah. Aku megap-megap mengikuti standar pendidikan di universitas ini. Sampai sering aku berpikir, cukup sudha, sebaiknya aku keluar saja dari sini. (Halaman 62)

     Tak ada habisnya ia menyeru hal itu, sampai karatan di telingaku, sampai bosan aku mendengarnya. Apalagi lagaknya itu, seperti ustadz TPA mengajari tepuk anak soleh. Tapi sejujurnya aku amat beruntung berada di dekatnya. Salah satu ciri sahabat yang baik adalah yang mau memberi peringatan pada dirinya, walaupun minta ampun menyebalkannya. (Halaman 64)

     Mengapa setiap orang memiliki definisi sendiri tentang bahagia? Karena sesungguhnya kebahagiaan adalah cahaya yang bersembunyi di balik bayangan kita sendiri. Dia adalah mutiara yang semua manusia boleh memilikinya. Kaya, fakir, rakyat jelata, penguasa, lelaki, perempuan, muda, tua, seniman, ulama, petani, guru, dan tukang semir seluruhnya punya hak untuk bahagia.
Sebuah syair Arab mengatakan :
Merasa tentramlah selalu
Senangkanlah hatimu atas semua keadaanmu
Karena pintu bahagia amat banyak tak berbilang
     Sesungguhnya untuk menemukan bahagia caranya cukup sederhana, yang diperlukan hanyalah orang yang mencarinya bersedia bahagia, itu saja, tak lebih. (Halaman 73)

     Satu-satunya petunjuk yang mengarah pada nama keghaiban itu kutemukan dari untaian wahyu Ilahi. Kitab suci menyebutnya ruh. Sampai di sini, aku merasa seakan menemukan sesuatu yang telah lama kucari. Aku menemukan ruh. Aku berhasil menghancurkan kerak pemikiran materialism. Sungguh tak disangka, Allah memberiku jawaban justru melalui jalan yang begitu aneh.
Kini aku bisa melihat Tuhan dengan benderang di mana-mana. Di aliran darahku, di sayap-sayap nyamuk, di sarang laba-laba, di samudera biru, dan di alam raya. Kutemukan kebenaran yang hakiki yang terselip di antara filsafat dan cinta. (Halaman 101)

     “Anakku, cinta sejati adalah perasaan yang bisa menuntunmu ke jalan yang diridhoi Allah. Yang lain omong kosong dan sekedar fatamorgana. Tak mungkin… tak mungkin engkau bisa mendapatkan cinta sejati kalau engkau mencintai sesuatu bukan karena Allah.” Kali ini suaranya selembut sutra Kashmir. (Halaman 107)

     Jika dia tersenyum, pancaran sinar kesyahduan akan menerobos dan mengalir menuju muara ruhani yang dalam. Maka satu senyum yang lepas dari bibirnya tak lain adalah rangkaian karya sastra yang agung.
     Bayangan wajahnya selalu terbang mengikuti sepasang mata yang pernah memandangnya. Maka bayangannya bisa jadi tiupan sihir yang membekukan akal sehat…. (Halaman 136)

     “Kamu menjawab, sungguh andaikata Tuhan berkehendak, Dia bisa saja membuat seluruhnya baik, tapi apa guna Dia memberi kita akal, hati dan waktu? Semua itu adalah agar kita bisa memilih. Saat itu kamu juga berkata bahwa dengan kejahatan, kita bisa benar-benar tahu dan menghargai kebaikan. Yang paling penting, kamu menyatakan bahwa kebaikan dan kejahatan adalah ujian mental manusia yang akan menentukan nilainya di hadapan Tuhannya.” (Halaman 199)

     “Tahukah kamu gadis bodoh? Air matamu yang keluar demi kehormatan diri itu adalah kehormatan seorang muslimah yang sesungguhnya.” (Halaman 201)

Di satu waktu
Engkau bisa mengatakan,
“Aku tak butuh apa-apa,”
          Tapi dalam jiwamu yang dalam
          Takkan kuasa mengatakan
          “Tidak juga seorang sahabat,”
          Karena engkau pasti mengerti
          Apa arti sahabat itu?
Dialah mutiara pengisi lautan hatimu
Tetaplah dia mutiara
Walau lautmu surut mengering
          Karena engkau pasti mengerti
          Kapalmu bisa berlayar dengan sempurna
          Karena angin yang ditiupkan sahabatmu

Tapi mengapakah engkau masih ragu
Untuk menyambutnya dengan jubah terbaikmu
Karena jubahnya telah terkoyak
Untuk kemuliaanmu
          Biarlah dia merasakan manisnya madu kehidupan
          Karena pahitnya empedu kehidupanmu
          Telah tertelan bersamanya
          Janganlah pernah ragu
          Dengan kata-kata sahabatmu
Karena di dalamnya mengalir
Sungai kesetiaan
Tanpa kedustaan
Dan di tepi garis harapan
Sahabatmu telah menuggu
          Untuk berjalan bersama
          Menuju kebahagiaan terindah

Anisa Hinke

(Halaman 207)

     Di antara derai kesedihan yang meliputi nebula jiwaku, terselip satu kebanggaan besar. Aku lega bisa melakukan sesuatu yang tampak sukar untuk kulakukan. Aku merasa telah menempuh jalan yang terjal dan melelahkan untuk sampai pada penemuan diri yang lebih berharga. (Halaman 219)

     “Ternyata benar kata-kata Pak Tiyori dulu, masa depan yang tidak dipersiapkan dengan sungguh-sungguh adalah patukan ular kobra yang beracun.” Kenangnya pedih. (Halaman 222)

     “Tak perlu kalian berpikir yang bukan-bukan! Lagi pula tak adil jika hanya menyalahkan kalian saja. Bisa saja ini akibat kesalahanku dan guru-guru lain yang kurang memperhatikan kalian.” (Halaman 226)

     Hari ini, bulan, malam, bintang, airmata, dan seluruh makhluk di alam semesta menjadi saksi janji langit telah ditunaikan. Seorang anak manusia kembali pada fitrahnya, menemukan kebenaran tak terbantahkan. Kebenaran yang datang dari Tuhannya. Tuhan yang sebenar-benarnya Tuhan. Tuhan yang memang pantas menjadi Tuhan. Tuhan yang mempunyai seluruh sifat kesempurnaan. Tuhan yang sejati, abadi, dan tak terikat dengan ruang dan waktu. (Halaman 331)


RESENSI

Judul                           : Janji Langit
Penulis                         : AISHWORO AnG
Penerbit                       : Hikam Pustaka
Tebal                           : 332 halaman
Tanggal Terbit             : Juni 2010

            Sinopsis :
Berkisah mengenai perjalanan seorang tokoh bernama Bejo Respati. Awal kisah, Bejo hidup di Surabaya karena kabur dari kejaran hutangnya, ia bersama sahabatnya Acet dan kekasih sahabatnya, Elisa, yang akan segera melahirkan. Bejo dan Acet hidup menjadi berandalan jahat. Acet benar-benar tidak percaya kan adanya Tuhan. Suatu hari Elisa akan melahirkan namun Acet tidak mau mengantarnya ke Rumah Sakit, hingga akhirnya Bejo menculik seorang bidan bernama bu Arba. Elisa dan bayinya selamat, namun keesokan harinya Acet justru menjual bayinya dan membuat Elisa meninggalkannya. Begitu pula Bejo yang memilih kembali ke kampung halamannya di Gunungkidul untuk mencari Tuhan dan berjanji akan kembali menemui Acet di jembatan merah.
            Bejo kembali ke kampung halaman, dan atas dukungan seorang sahabat bernama Fatima ia masuk Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan buah do’a dan keberaniannya ia diterima. Fatima juga membantunya mendapatkan pekerjaan menjadi peloper koran. Di UMY Bejo bertemu dengan sahabat-sahabat baru, Wahyu dan Anisa Hinke. Bejo pun karena keberuntungan menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Bejo yang menyukai filsafat pun menemukan jawaban atas pencariannya, Tuhan.
             Di sela kuliahnya ia bertemu seorang gadis bernama Wulan yang membuatnya tergila-gila karena cinta dan akhirnya patah hati karena Wulan justru bertunangan dengan seorang pria. Hinke yang juga merupakan saudara jauh Wulan dan sahabat baik Bejo memberi semangat dan menjadi pelipur lara bagi Bejo yang sedang patah hati. Namun, karena persahabatannya dengan Hinke, Bejo juga dilanda musibah yaitu dikeroyok lelaki yang ditolak Hinke –Bram- dan ingin menyingkirkan Bejo dari dekat Hinke. Lelaki itu juga menaruh dendam pada Hinke dan memfitnah Hinke hingga akhirnya Hinke di keluarkan dari kampus.
            Bejo tidak rela bila sahabat baiknya yang memiliki potensi besar itu putus kuliah, akhirnya Bejo berkorban mengakui kesalahan yang bukan ia perbuat agar Hinke kuliah kembali. Bejo pun mengundurkan diri dari kampus.
            Suatu hari, Bejo tanpa sengaja mendengar percakapan Bram dengan kakak tiri Hinke, Salma, yang ternyata menjebak Hinke. Namun, Salma pun terancam celaka karena akan dikorbankan Bram pada sebuah sekte mistis yang sudah punah dan diam-diam memunculkan diri kembali. Hinke kala itu sakit dan meminta Bejo menyelamatkan Salma. Bejo memberanikan diri pergi bersama sahabatnya Wahyu ke sebuah gua yang akan dijadikan tempat ritual oleh sekte itu.
            Naas, Bejo dan Wahyu tertangkap. Namun, kedatangan seorang teman bernama Hanuan tanpa disangka menyelamatkan mereka.
            Bejo memutuskan untuk kembali ke Surabaya untuk menemui sahabatnya Acet dan menunjukkannya Tuhan. Tanpa disangka, Acet berubah menjadi seorang yang lebih mapan, namun masih dengan hati dan jiwa berandalan yang sama. Bejo berusaha menunjukkan Tuhan pada Acet, namun Acet ngeyel dan justru menertawakan Bejo. Akhirnya Acet justru menemukan Tuhan di saat kematiaanya yang disebabkan oleh tembakan Elisa yang begitu ia kecewakan.

Ulasan :
            Penulis, Aishworo AnG, mampu mengisahkan alur cerita dengan begitu ringan dan mengalir tenang. Dengan penggunaan bahasa penuh majas pada bagian-bagian awal bab maupun tengah dan akhir, membuat novel semakin menarik untuk terus dibaca hingga usai. Penggambaran latar dan settingnya detail dan mudah dibayangkan dengan imajinasi pembaca. Amanat tersirat maupun tersurat juga dapat ditemukan pada setiap babnya. Alur kisah dalam novel ini menghanyutkan pembaca pada pemikiran yang lebih mendalam di setiap babnya. Membawa pembaca pada segi-segi kehidupan yang sederhana namun kadang terlupakan.
            Namun, menurut saya, dalam menuangkan pikirannya dalam kisah ini, terkadang pikiran itu kurang sesuai dengan imej tokoh yang telah dibangun sebelumnya.

            Bagaimanapun, novel sarat makna ini saya rekomendasikan untuk dibaca di sela-sela pencarian anda :-). Kisah persahabatan, perjuangan, pencarian, dan ketulusan yang akan menyentuh hati  anda.


Karanganyar, 25 Mei 2014
Semoga Bermanfaat :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar