Jumat, 27 Februari 2015

Mencintai Mati, Menghidupi Malu [Bagian 3]



Pak Rian tewas ditembak mati oleh seorang mahasiswanya sendiri yang telah menculiknya. Dan ia mengaku sebagai adik dari Nurina, gadis yang dulu merupakan kekasih Pak Rian namun ia campakkan dalam keadaan hamil. Adik Nurina membalaskan dendam kakaknya yang telah meninggal.

            Tujuh hari kemudian di kantor polisi,
            “Iya Pak, memang saya yang menculik dan menembakkan peluru itu ke Pak Rian…” tutur Wulan lirih dengan kepala tertunduk lesu.
            Wulan mengakui perbuatan keji yang ia lakukan pada dosen yang paling ia segani itu. Polisi yang menginterogasinya menanyakan berkali-kali alasan Wulan melakukan kejahatan itu, namun Wulan hanya terdiam dan menangis. Ia tak pernah mengatakan sebabnya. Namun, barang-barang bukti dan pengakuan Wulan sudahlah cukup untuk memasukkannya ke bui.
            Dalam hati Wulan tak peduli, meski ia harus dihukum mati atau dipenjara seumur hidup. Ia melakukannya dengan kesadaran penuh akan resiko yang akan ditanggungnya. Wulan hanya membayangkan wajah kedua adik kembarnya yang masih berusia lima tahun dan ayahnya yang hanya seorang tukang kebun di rumah seorang konglomerat. Wulan tahu dengan pasti bahwa meskipun kini seluruh dunia menjadi musuhnya, namun keluarganya tetap menyayangi dan merindukannya. Itu tersirat dari sorotan mata ayahnya yang sendu pada saat persidangan.