Kamis, 09 April 2015

25 Juta Pencari Kejujuran

s4stika

“Mohon kerja samanya Pak. Dan sekali lagi saya ucapkan terimakasih sebelumnya.” Ucap Pak Rudy Setiawan, pemilik Perusahaan Otobus (PO) Mekar Jaya yang sangat terkenal se-Solo Raya. Pak Rudy menjabat hangat tangan seorang office boy (OB) di kantornya yang bernama Pak Samsul. Pak Samsul tersenyum,
“Sama-sama, Pak. Saya juga berterimakasih. Tapi, sebenarnya mengapa bapak merencanakan ini? Apakah karena kekurangpercayaan bapak terhadap pegawai bapak?” Ucapnya heran. Pak Rudy menunduk dengan tatapan sendu,

     “Sebenarnya lebih kepada kekurangpercayaan saya terhadap diri saya sendiri. Dengan mengetes pegawai-pegawai saya seperti ini, jika mereka melakukan kecurangan maka itu berarti gaji yang saya berikan belum cukup untuk menjamin kesejahteraan mereka. Tapi tetap saja mereka akan saya berhentikan karena itu berarti mereka tidak dapat menjaga nama perusahaan. Namun jika mereka bertindak jujur nantinya, maka saya akan mengapresi dengan memberi bonus pada gaji bulanan mereka. Tapi saya mohon bapak dapat merahasiakan rencana saya ini..” tutur pak Rudy.
     “Oh begitu, iya Pak. Saya akan merahasiakannya. Kalau begitu saya permisi dulu Pak. Selamat siang.” Lalu pak Samsul membungkukkan badan sebentar sebelum akhirnya berjalan keluar dari ruangan pak Rudy.
     “Ya, silahkan.” Sahut pak Rudy.
***      ***
Keesokan harinya pak Samsul bersiap untuk melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh pak Rudy tempo hari. Ia bersiap-siap menyamar sebagai seorang yang akan berangkat merantau dengan menaiki bus Mekar Jaya jurusan Solo-Purwokerto. Pak Samsul memasukkan amplop tebal pemberian pak Rudy ke dalam tas kecil hitamnya yang akan ia bawa. Ia akan menjaganya dengan baik hingga ke dalam bus. Untuk itu, khusus hari ini ia memesan taksi yang akan mengantarkannya ke terminal.
Sesampainya di terminal, pak Samsul langsung menemukan bus yang akan ia tumpangi. Pak Samsul mencari tempat duduk yang sesuai dengan nomor pada tiketnya. Sejauh ini segalanya masih berjalan lancar dan baik, para pegawai berkelakuan ramah dan baik. Pak Samsul mencatatnya pada ponselnya. Kemudian saat sang supir mulai memanaskan bus, pak Samsul mengambil gambar dengan ponselnya lagi sesuai dengan perintah pak Rudy. Saat para penjaja koran dan TTS, pedangang asongan kacang, kipas bambu, maupun minuman menaiki bus, pak Samsul tak lupa mengambil gambar mereka pula.
Penumpang mulai berdatangan memenuhi bus. Kernet pun mengarahkan penumpang duduk ke kursi masing-masing sesuai yang tertera pada tiket mereka, pak Samsul lagi-lagi memotret hal tersebut. Kursi di samping pak Samsul, sesuai dengan yang direncanakan pak Rudy, kosong karena pemesan membatalkan perjalanan tepat lima menit sebelum bus berangkat. Jadi tidak ada calon penumpang lain yang menggantikannya.
Seorang anak kecil berjalan ke toilet bus sesaat sebelum bus berangkat, sang kernet yang melihat hal tersebut menyusulnya dan menjelaskan dengan tenang bahwa toilet bus akan bisa digunakan saat bus berjalan. Kemudian si anak menghampiri ibunya dan minta diantarkan ke toilet di terminal. Si ibu meminta ijin kepada sang supir dan memintanya agar menunggu sebentar, namun dengan ramah sang supir menjawab bahwa bus akan berangkat saat itu juga, jadi si anak bisa ke toilet bus saja. Si ibu mengiyakan dan berterimakasih. Pak Samsul tersenyum lega karena sebelumnya mengira bahwa si ibu akan mendapat jawaban kasar.
Bus pun berangkat. Dengan cekatan si kernet yang seorang pemuda di usia dua puluhan berjalan menuju ke bagian belakang bus dan membuka kardus-kardus berisi air mineral. Ia kemudian membagi-bagikan kepada penumpang, satu botol untuk tiap orang. Ia membagikannya dengan senyuman ramah di wajahnya hingga membuat pak Samsul terkesan padanya. Pak Samsul bertanya-tanya “Mungkinkah pemuda ini nantinya akan tergoda keramahannya dengan uang dua puluh lima juta? Pemuda seramah ini?”.
Setelah seluruh penumpang mendapatkan airnya, sang kernet mulai menyalakan DVD Player dan memutar musik-musik jadul yang menenangkan dan membuat para penumpang menjadi rileks. Pak Samsul melepaskan selempang tasnya dan mulai terlelap.
***      ***
Setibanya di terminal Purwokerto, pak Samsul menunggu seluruh penumpang turun dan setelah itu barulah ia bergegas turun dari bus dengan sengaja meninggalkan tasnya di tempat duduknya. Pak Samsul duduk sejenak pada kursi di terminal untuk menyaksikan bus Mekar Jaya berlalu ke pos persinggahan bus PO Mekar Jaya di Purwokerto yang jaraknya tak jauh dari terminal. Setelah bus melaju, Pak Samsul merogoh saku celananya untuk memastikan bahwa dompet dan ponselnya  tak turut ia tinggalkan dalam bus. Kemudian pak Samsul mencari kantin terdekat yang menjual soto di dalam terminal.
Setelah kenyang dan melepas lelah, pak Samsul mengeluarkan ponsel beserta tiket perjalanannya. Ia mengamati tiket tersebut dan mulai menekan keypad ponselnya sesuai dengan nomor Customer Service PO Mekar Jaya. Pak Samsul melaporkan bahwa tasnya tertinggal di dalam bus yang baru saja ia tumpangi. Seorang yang mengangkat telepon dari pak Samsul bernama pak Bahri. Pak Bahri meminta pak Samsul untuk menyebutkan nomor kursi dan nomor seri bus yang ia tumpangi. Karena pak Samsul hanya dapat menyebutkan nomor kursi dan jurusan bus, maka pak Bahri meminta pak Samsul menunggu sekitar lima belas menit untuk melakukan pencarian. Pak Samsul mengiyakan dan menghentikan panggilan. Pak Samsul tersenyum setelah menyimpan rekaman pembicaraannya dengan pak Bahri.
Pak Samsul masih harus menunggu lima belas menit sebelum menghubungi customer service lagi, maka untuk mengisi waktu tersebut ia manfaatkan untuk menghubungi pak Rudy dan mengirimkan foto-foto beserta rekaman suara melalui MMS. Pak Samsul sendiri sebelumnya belum mengerti cara mengirim MMS sebelum pak Rudy mengajarinya. Pak Rudy membalas singkat:
“Kerja bagus pak Samsul. Kita tunggu kabar dari pak Bahri.”
***      ***
Pak Bahri yang telah menerima telepon dari pak Samsul segera menghubungi nomor ponsel kernet bus yang bersangkutan. Si pemuda yang sedang mengelap kaca bus pun kemudian berjalan menuju nomor kursi yang disebutkan pak Bahri. Ia terkesiap melihat sebuah tas hitam kecil tergeletak di sana. Ia pun mengatakannya kepada pak Bahri. Si pemuda kernet mengambil tas tersebut dan membukanya, ia semakin terkesiap saat mengetahui bahwa isi tas tersebut adalah sebuah amplop yang menyimpan segepok uang seratusan ribu. Ia menghitung sejenak dan tak melanjutkan karena yakin bahwa uang itu tak sedikit. Ia pun menelan ludah sebelum mengatakannya pada pak Bahri.
“Tas ini berisi jutaan rupiah, Pak.” ucapnya.
“Apa? Baiklah, kamu simpan dulu. Kamu tidak perlu mengatakannya ke supir.” Sahut pak Bahri.
“Baik, Pak. Pak Bono sedang keluar mencari makan bersama supir lainnya.”
“Bagus. Nanti saya hubungi lagi.”
Kemudian pak Bahri menutup telepon. Ia ragu, akankah ia harus mengembalikan uang itu kepada pak Samsul? Mendengar bahwa sang kernet menemukan jutaan uang mengingatkannya kepada anaknya yang meminta uang bayaran sekolah dan isterinya yang sedang mengandung membutuhkan check up rutin ke bidan karena usia kandungannya sudah tua. Belum lagi kebutuhan yang akan datang bersama lahirnya sang anak nantinya. Pak Bahri masih menimbang-nimbang saat telepon berdering. Pak Samsul menelepon lagi karena lima belas menit telah berlalu sejak pak Samsul melaporkan kehilangannya.
Untuk pertama kali dalam hidunya pak Bahri membuat keputusan yang besar dengan berbohong kepada pak Samsul bahwa tasnya tidak ditemukan di bus yang bersangkutan. Pak Bahri mengatakan mungkin tas tersebut jatuh di jalan saat pak Samsul turun, atau pak Samsul telah terhipnotis orang karena sekarang memang perampokan dengan hipnotis sedang marak di Purwokerto dan sekitarnya. Pak Bahri mengatakannya dengan jantung memburu karena tak biasanya ia berbohong, namun kali ini adalah karena desakan kebutuhan hidup yang menghimpitnya. Dengan suara lemah pak Samsul berterimakasih, tersenyum kecut dan kemudian melaporkannya kepada pak Rudy.
Pak Bahri segera menghubungi Rusman si pemuda kernet dan bersekongkol dengannya. Mereka membagi uang tersebut satu banding dua dan saling berjanji tidak akan mengatakan apapun kepada pak Rudy.
***                  ***
Keesokan harinya, pak Bahri, Rusman dan pak Bono dipanggil pak Rudy ke ruangannya untuk diinterogasi. Pak Bono terbukti tak bersalah, sedangkan pak Bahri dan Rusman akhirnya mengaku setelah interogasi tiga jam penuh. Pak Bahri mengaku bahwa ia melakukannya karena desakan kebutuhan yang menghimpitnya, sedangkan gaji yang ia terima takkan cukup untuk melegakan beban yang ia tanggung. Rusman mengaku bahwa ia hanya tergiur oleh uang yang ada di genggamannya dan menerima ajakan pak Bahri untuk bersekongkol. Akhirnya dengan terpaksa pak Rudy memutuskan untuk memberhentikan mereka berdua dari perusahaannya. Namun keduanya tidak diminta untuk mengembalikan uang yang mereka ambil.
Sebelum Rusman dan pak Bahri keluar dari ruangan pak Rudy, ia bertanya:
“Berapa masing-masing uang yang kalian ambil?”
Pak Bahri menjawab, “Saya sepuluh juta, dan Rusman lima juta, Pak. Kami membaginya satu banding dua.” Ucapnya jujur.
Kemudian pak Bahri dan Rusman berjalan keluar dari ruangan pak Rudy dengan pandangan tertunduk dan lesu. Dalam hati mereka masih bersyukur karena pak Rudy tak membawa perkara tersebut ke meja hijau.
Pak Rudy termenung di kursinya. Ia telah memberikan uang pancingan kepada pak Samsul sebesar dua puluh lima juta, namun uang yang ditinggalkannya dalam bus hanya lima belas juta. Ia pun bergumam sendiri dalam hati,
“Masih adakah orang jujur yang dapat dipercaya di dunia ini??"



Karanganyar, 27 Februari 2015
15: 34 WIB
Semoga Bermanfaat :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar