Sabtu, 31 Agustus 2013

My Idol [Part 2]


Sebulan sudah aku memulai aktifitas kuliah kembali. Aku masih merindukannya, masih mengingat senyumnya. Roro apa kabar? Iseng, aku membuka-buka pesan lama di handphone-ku. Tiba-tiba ada sebuah pesan yang berisi ucapan “selamat diterima di UI” dari sebuah nomor tak bernama. Aku ingat sekali itu gaya SMS Roro, pesan tanpa ekspresi. Pesan itu dia kirim dua tahun yang lalu. Apa nomornya ini masih aktif? Aku mengirim pesan kosong ke nomor itu, siapa tahu masih aktif. Dan ya! nomor Roro masih aktif! Hatiku menjadi berdebar tak karuan. Ada pesan balasan tak lama kemudian dan ini percakapan singkat kami;
            Roro : Maaf, anda siapa? (bukankah dia sudah menyimpan nomorku? Atau…?)
            Mila : Apa benar ini nomor Royan Prasetya Utama?
            Roro : Iya, benar. Anda ini siapa?
            Mila : Roro, ini Mila. Kamu ndak nyimpen nomerku?
Roro : Mila? Milanesty? Oh syukurlah kamu sms. Aku kehilangan nomer kamu. Hp-ku kecebur sop buntut.. apa kabar kamu Mila? (aku senang membacanya!)
Mila : dan syukurlah nomer kamu masih aktif J baik, kamu?
Roro : baik. Maaf udah dulu ya Mil, mau ada kuliah nih.
Benar-benar singkat bukan? Tapi membahagiakan.. Apapun yang akan terjadi selanjutnya aku pasrah saja. Semoga yang terbaik bagi kami.
Tiba-tiba handphone-ku berdering, nomor baru..
“Halo assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam…” suara seorang wanita, Ibu-ibu kurasa. Tapi bukan suara Ibuku. “maaf apa benar ini dengan saudari Milanesty?”
“iya benar..”
“saya Ibu Regina, ibunda dari Rosa Tamara.” Rasanya aku kenal dengan nama itu, tapi siapa?
“Ada yang bisa saya bantu Bu?”
“Begini, saya mendengar kabar dari keponakan saya bahwa mba Mila menerima panggilan untuk private course matematika SMA. Dan saya berminat untuk memanggil mba untuk belajar bersama anak saya Rosa..” aku baru ingat, Rosa Tamara adalah nama member  sebuah girlband, JeiFour. Dan dia yang mirip Inna.
“Iya, Bu. Uhm.. apakah Rosa anak Ibu adalah..?”
“Ya mba, member JeiFour. Saya mempercayakan anak saya pada mba, karna menurut cerita keponakan saya, mba orang yang baik..”
“Itu berlebihan Bu, insyaAllah saya akan berusaha semaksimal mungkin..”
“Trimakasih mba Mila, nanti saya kirim alamat kami..”
“Baik, Bu. Trimakasih kembali..” klik. Telpon ditutup. Lalu sebuah pesan singkat muncul di layar hp-ku. Dari bu Regina yang berisi alamat. Aku jadi teringat Roro yang mengidolakan Rosa. Apa yang akan dia katakan jika aku memberitahunya?
***                               ***
Hari ini hari pertama aku bertemu langsung dengan Rosa, ia memang remaja yang manis. Pantas saja banyak yang mengidolakannya, termasuk Roro. Dia juga anak yang supel menurutku walaupun menurut Ibunya, Rosa adalah anak yang sulit menerima orang lain. Tapi syukurlah kami bisa nyambung..
“Mah enak deh belajar sama mba Mila.. ngga menegangkan kayak Bu Vita yang dulu itu” tutur Rosa pada Ibunya saat kami selesai.
“Syukur deh kalo kamu nyaman, jadi Mamah ngga perlu repot-repot lagi nyariin guru. Makasih ya mba Mila..” ucap bu Regina. Aku membalas dengan senyuman.
Pertemuan-pertemuan berikutnya kami semakin akrab, aku jadi teringat Tutri adikku. Dia seumuran dengan Rosa. Aku pun menganggap Rosa sebagai adikku sendiri. Selain itu, tiap melihatnya aku masih saja teringat pada Roro. Sebenarnya menurutku Rosa dan Roro mungkin bisa cocok satu sama lain. Keduanya manis dan punya kepribadian yang unik. Tapi sayang Rosa sudah punya kekasih. Roro sendiri jarang memberiku kabar, paling sesekali dia mengirim pesan, itupun berisi kata-kata mutiara yang pasti ia juga kirimkan pada semua orang.
Suatu hari, mimik wajah Rosa begitu berbeda. Rosa yang ceria hari ini bermuram durja..
“Ada apa adek? Kok hari ini ndak semangat?”
“Aku sedih Mba. Aku habis putus sama pacarku..” ucapnya murung.
“Loh kok bisa dek? Yang sabar ya dek..”
“Iya Mba, dia ketahuan selingkuh. Dia punya pacar di sekolah lain, seorang adik kelas yang manis..”
“Kalo itu kejadiannya, kamu ndak seharusnya sedih adek.. justru kamu harusnya bersyukur. Tuhan udah nunjukkin kalo dia bukan cowok yang cukup baik buat kamu.. percaya deh sama mba Mila, kamu bakalan ketemu sama cowok yang jaaaaaauuuh lebih baik.” aku mencoba menyemangatinya. Rosa melihat mataku dan tersenyum,
“Mba Mila bener.. dia cowok yang jahat! Duh makasiih mba Mila sayaaang.. seneng deh bisa curhat ama mba Mila yang lebih dewasa.”
“Iya iya dek.. gimana kalo hari minggu besok kita jalan-jalan ke TMII?”
“Beneran Mba? Aku mau bangeet, kebetulan ngga ada jadwal manggung” ucapnya senang, “tapi, gimana kalo aku ketemu fans? Bisa berabe Mba.. duh”
“Tenang.. serahin aja sama mba Mila. Besok kamu mba dandanin biar beda..”
“Tapi jangan dibikin jelek lho mba..”
“Ya ndak dong.. kalopun iya, kamu tetep manis deh diapain juga”
“Hehehe.. makasiih mba Milaaa..”
“Siipp.. gitu dong senyum. Sekarang yuk belajar eksponen.”
“Siaaap komandan!!” ucapnya sambil mengangkat tangan dengan sikap hormat.
“Hahahaha…”
***                               ***
Sesampainya di rumah aku dikejutkan oleh sebuah nama yang muncul di layar hp-ku. Nama Keroro. Ada apa sampai dia menelponku? Biasanya dia hanya mengirim pesan singkat.
“Halo..”
“Hai Mila…”
“Iya, tumben kamu telpon. Ada apa Ro?”
“Kamu ya, kok ndak bilang-bilang kalo kamu kenal ama Rosa? Udah lupa tho kalo aku ngefans sama dia?”
“Loh? Kok kamu bisa tahu?”
“Iya, aku liat foto yang Rosa upload di twitter. Kalian kliatan deket banget..”
“Well, aku udah anggep dia adikku sendiri. Kamu masih ngidolain dia Ro?”
“Tentu.. kamu bisa nggak ngenalin aku sama Rosa? Hehehe..”
“Jadi itu maksud kamu nelpon? Haha.. iya deh iya. Kemarin-kemarin tuh aku ndak berani ngenalin soalnya kami sama-sama sibuk. Sekarang dia lagi sedih karna baru putus, jadi aku pengin ngasih dia hiburan..
“Emangnya aku badut? Haha.. eh bentar, jadi dia punya cowok Mil? Wah berarti infotainment jaman sekarang kudet!” Roro bersemangat sekali membicarakan Rosa, aku belum pernah mendengar Roro yang seperti ini.
“Terang aja, masa infotainment mau mantau di sekolahan..”
“jadi pacarnya satu sekolahan Mil? Wah berita besar itu..”
“Tepat sekali. Tapi aku harap kamu bisa jaga rahasia. Dan jangan coba-coba bikin illfeel Rosa. Besok minggu kamu ndak ada kuliah kan? Kita ketemuan di TMII. Cuman itu kesempatan kamu, kalo kamu ndak dateng ngga bakal aku kenalin”
“Oke.. aku bakalan dateng, aku pasti dateng Mil. Makasiiih banget ya Mil, kamu emang teman yang baik” teman yang baik? Yah, kuharap aku bisa menjadi sahabat terbaikmu sejak dulu Roro.. bahkan lebih. Tapi kenapa sekarang aku bersemangat mempertemukanmu dengan Rosa? Aku hanya senang mendengar semangatmu itu..
“Aku boleh tanya sesuatu Ro?”
”Anything..”
“Sebenarnya, aku.. aku heran sama sikapmu. Kemana Roro yang dingin? Hehehe…” sebenarnya aku ragu menanyakannya, tapi semoga Roro tidak tersinggung.
“Haha.. Royan yang dingin udah pergi ke laut Mil.”
“Apa yang membuat kamu berubah?” duh nyesel nanya gitu.
“Hm.. seorang sahabat. Di UNNES aku bertemu dengan seseorang yang bernama Faisal. Dia menjadi satu-satunya yang pertama kali menyapaku saat itu. Dia orang yang sangat ramah dan supel. Faisal nggak pernah nyerah walaupun yah kamu tau sendiri sikapku Mil, acuh sama orang lain. Dia ngajarin banyak hal, ngajarin cara bergaul yang benar, cara menghargai pertemanan.. yah jadi beginilah aku sekarang. Aku baru tahu kalo ndak semua orang itu jahat, masih banyak orang baik di sekitarku. Aku senang punya banyak teman sekarang.. jadi gitu Mil, eh tapi jangan bilang ke temen-temen yang lain ya kalo ketemu..”
Nada bicara Roro menjadi sedikit serius. Tapi aku sangat senang mendengarnya, siapapun kamu Faisal aku sangat berterimakasih. Kalo Roro ndak berubah belum tentu dia menyapaku hari itu di SPBU.
“Oh jadi gitu.. iya kamu bisa pegang janjiku. Hehehe..”
“Ya udah Mil.. sampai jumpa hari minggu. Aku bakalan berangkat pagi buta buat ke sana..”
“Iya Ro..” klik! Roro menutup telepon tanpa mengucap salam. Tak apa mungkin dia memikirkan hal lain (Rosa).
***                               ***
Hari minggu. Aku menuju ke rumah Rosa. Sesampainya di sana bu Regina tidak banyak bertanya karena ternyata Rosa sudah minta izin. Aku mendandani Rosa sesuai rencana sebelum berangkat..
“Gimana? Tetep cantik kan dek? Tambah cantik malah menurut mba Mila.” ucapku sambil tersenyum.
“Hehe.. wah kenapa aku ngga kepikiran buat make jilbab gini ya mba?” Rosa tersenyum dengan manisnya, ia tampak begitu anggun dan berbeda. Lalu kami berangkat dengan sepeda motor yang kupinjam dari Paman. Rosa terlihat begitu menikmati perjalanan, mungkin karena sudah terlalu lama dia selalu naik mobil kemana-mana. Aku senang melihatnya.
Roro mengirimiku sebuah pesan yang berisi bahwa dia sudah tiba di sana. Ia menunggu di depan gedung Keong Mas. Kami akan berpura-pura bahwa pertemuan kami adalah sebuah ketidaksengajaan.
Kulihat Roro yang juga melihat ke arahku, namun hanya sedetik karena detik berikutnya ia memandang gadis manis yang berjalan di sampingku.
“Mila..” panggilnya sambil tersenyum.
“Siapa tuh mba? Dia ngga ngenalin aku kan mba?” bisik Rosa padaku.
“Tenang adek. Dia temen mba Mila waktu SMA di Semarang, dia baik kok.. yuk!” lalu aku menarik lengan Rosa dan menghampiri Roro yang bersama seseorang, seorang pria yang belum ku kenal.
“Royan, kebetulan ketemu di sini. Apa kabar?” ucapku bersandiwara.
“Baik Mil..” Roro senyam-senyum nggak jelas. Jangan sampai Rosa curiga.
“Oh ya, kenalin Ro. Ini Rosa, dan Rosa ini namanya Kak Royan..” lalu mereka saling berjabat tangan sambil terseyum. Aku bertanya-tanya : apakah ada sparks fly diantara mereka?
“Ehm iya, ini temenku Faisal..” Roro memperkenalkan temannya tadi. Oh jadi ini yang namanya Faisal. Dia memang nampak lebih dewasa, apalagi ditambah penampilannya yang dengan kaca mata.
Lalu kami berkeliling bersama. Ternyata Rosa dan Roro begitu mudah akrab. Formasi jalan kami dua-dua, Roro dan Rosa di depan sedangkan aku dan Faisal berjalan di belakang mereka berdua, duh ini jadi kayak double date. Tapi yang lebih anehnya lagi, aku ndak merasa cemburu melihat Rosa dan Roro.
“Mba Mila.. naek kereta gantung yuuk!” ajak Rosa antusias.
“Boleh..” jawabku dengan senyum.
Kami menuju stasiun kereta gantung yang tak begitu jauh, lalu mengantre sebentar. Namun karena kereta gantung hanya muat dinaiki oleh dua orang saja, kami tentu terpisah jadi dua gerbong. Rosa yang kebetulan di samping Roro naik duluan, dan tinggallah aku dan Faisal dalam satu gerbong yang lain. Awalnya aku dan Faisal saling canggung, tapi tak lama kemudian ia mencairkan suasana.
“Mila mau ndengerin musik?” tawarnya sambil mengeluarkan mp3 player dan headset. Aku tersenyum dan mengangguk, mungkin nyaman melihat danau di bawah sambil mendengarkan musik. Lagu yang berputar saat itu adalah lagunya Juniel-Shounen. Aku mengenali lagu itu karena Tutri adikku yang suka mengoleksi lagu-lagu Jepang.
“Kalo ndak suka lagunya, boleh kamu ganti Mil..” ucap Faisal.
ndak kok, aku suka. Adekku suka muterin lagu ini jadi wis terbiasa..”
Lalu kami terhanyut dalam alunan melodi. Setelah melintasi danau, kami melintas di atas bangunan-bangunan menyerupai rumah-rumah adat se-Indonesia yang berjajar di pinggir danau. Faisal menunjukkan padaku asal dari masing-masing rumah adat tersebut, walaupun beberapa ia lupa tapi aku bisa tahu kalau pengetahuannya begitu luas. Dari cara bicaranya, aku suka. Walaupun dia jelas-jelas lebih pintar dariku tapi dia tidak terkesan menggurui. Begitulah seharusnya sikap orang-orang bijaksana.
Ternyata Faisal adalah orang yang menyenangkan.
“Uhm.. Faisal, matursuwun ya?”
“Trimakasih untuk apa Mil?”
“Kamu udah ngrubah Royan. Sekarang dia menjadi pribadi yang berbeda, pribadi yang lebih baik.. kalau aku boleh tahu, sebenarnya apa yang bikin kamu nglakuin itu?”
Faisal tersenyum kecil, “Aku ngelakuin itu bukan semata-mata atas dasar kemanusiaan, tapi juga karena itu tugas dari seorang dosen. Tapi jangan marah dulu ya sebelum aku cerita..”
“Apa? Iya deh, maksudnya gimana?”
“Sebenarnya Royan itu adalah salah satu obyek penelitianku. Aku kuliah di jurusan Psikologi UNNES setahun lebih dulu daripada Royan..”
“Loh? Kok ndak bilang? Jadi aku harusnya manggil Mas Faisal ya?”
Lagi-lagi ia hanya tersenyum, “kamu sendiri ndak nanya.. hehe. Aku dapet tugas penelitian tentang bagaimana cara mengubah pribadi yang kaku dan acuh menjadi seorang yang supel dan ramah..”
“Dan mas Faisal berhasil..” sahutku.
“Ya, berkat Royan nilai IP-ku tinggi. Tapi lama berteman dengannya, aku jadi semakin akrab dan menganggapnya sebagai adikku sendiri..”
“Iya, bisa aku lihat..” sahutku lagi.
“Iya, dan kamu tipe orang yang suka nyela omongan.. hehehe”
“Hehehe.. haduh maaf Mas, soalnya terlalu semangat..”
“Iya juga sih, sebelum ngomongin Royan kamu tadi benar-benar pendengar yang baik..”
“Wah diem-diem Mas Faisal merhatiin aku.. musti hati-hati nih sama calon psikolog. Hehehe…”
“Hahaha.. ndak gitu juga kok Mil”
“Hahaha…”
Back song kami saat itu adalah lagunya Kanon Wakeshima – Otome no March.
Sebelum berpisah, kami berempat saling bertukar nomor handphone. Tentu saja kecuali aku dan Roro.
Rosa terlihat begitu senang hari ini, syukurlah. Di jalan pulang,
“Mba Mila makasih ya buat hari ini. Rosa seneeeeng banget.. apalagi mba Mila ngenalin ama Kak Royan. Hehehe…” ucapnya di balik punggungku. Aku melirik ekspresinya dari kaca spion, ia memang tampak bahagia.
***                               ***
Hari-hari berlalu dan hatiku masih saja sakit tiap melihat senyum Roro. Sekarang kami jadi sering bertemu karena Roro sering mengunjungi Rosa. Semenjak berkenalan di TMII hari itu mereka semakin dekat. Untungnya Roro selalu mengajak mas Faisal, jadi aku tak perlu menjadi obat nyamuk. Aku juga bisa belajar banyak hal dari mas Faisal. Tiap mendengar wejangan mas Faisal aku jadi teringat pada Bapak di kampung. Dihadapan mas Faisal aku bisa menjadi sosok anak kecil manis yang mendengarkan tiap nasehat orang tuanya. Dan aku merasa nyaman.
Pagi ini ada hal yang begitu mengagetkanku. Aku sedang iseng menonton televisi sambil makan pop corn, tiba-tiba sebuah berita heboh membuatku tersedak. Sebuah acara infotainment memberitakan tentang Rosa. Dia tertangkap kamera saat sedang bersama Roro. Dan yang lebih membuatku terkejut adalah saat Rosa diwawancarai oleh wartawan ia dengan polosnya berkata,
“Hehehe.. iya, Rosa emang lagi deket sama cowok.. itu namanya kak Royan orang Semarang… uhm.. ya do’akan saja hubungan kami berlanjut”
Dan wajah Rosa saat itu pun merah merona. Mungkin sekarang di UNNES dan sekitarnya pun Roro menjadi bulan-bulanan.
Dua hari kemudian, Rosa mengirim sebuah pesan singkat yang benar-benar membuat jantungku berdetak lebih cepat, hatiku perih serasa diiris sebilah pisau..
“Mba Mila sayaaang.. Rosa mau ngucapin makasih buat mba Mila karna udah mempertemukan aku sama Kak Royan. Mba.. hari ini kami jadian. Nanti sore mba Mila ada acara?”
Seketika air mata berlinang di mataku. Kali ini aku benar-benar merasakan yang namanya cemburu. Setelah sekian lama aku mengagumi sosok Roro, kini aku sendiri yang menghancurkan harapan-harapanku untuk bersamanya. Aku mengenalkan mereka sebenarnya hanya agar keduanya bahagia. Roro bertemu idola, dan Rosa mendapatkan hiburan. Tapi ternyata dunia ndak seperti yang aku inginkan. Aku yang ingin dekat dengan Roro pun, bisa terwujud namun harapan bersamanya ndak bisa terwujud. Baiklah, mungkin memang kami tak berjodoh…
“Iya dek Rosa, mba Mila ikut senang.. nanti sore free kok, ada apa? Mau syukuran ya? hehe” balasku. Munafik sekali bukan? Tapi aku ndak mungkin jujur kan? Kalau mau jujur seharusnya dari dulu, dari awal aku mengenalkan Rosa pada Roro.
“ya bisa dibilang gitu mba.. di tempat biasa ya mba. Ntar sama Kak Faisal juga J
“siap.. mba usahakan dateng kok dek.”
Lalu aku menangis tanpa air mata.
Sore pun tiba, aku sudah siap menuju kafe tempat kami biasa bertemu berempat. Sekarang aku jadi berpikir mungkin Rosa dan Roro sering datang berdua ke sini tanpa aku ketahui.
Sesampainya di sana aku disambut senyum mereka. Walau sedikit dipaksakan aku mencoba tersenyum seolah ndak  ada apa-apa.
“Ciyeee yang baru jadian.. pokoke hari ini bebas kan mau makan apa wae?” ucapku pada Roro. Rosa tersipu sedangkan Roro tersenyum dan menjawab,
“Iya kamu boleh makan sepuuaasnya Mil.. makasih ini juga berkat kamu.”
“Kalo emang jodoh, walaupun tanpa aku juga kalian bakal ketemu kaan?” sahutku.
“Hahaha.. bisa aja mba Mila..” tawa Rosa. Lalu kami makan bersama.
Setelah selesai makan, mas Faisal mengajakku berjalan-jalan mengelilingi taman kafe yang cukup luas dengan alasan memberi kesempatan buat Roro dan Rosa untuk berdua saja. Aku nurut dan mengikuti mas Faisal. Lalu kami duduk di tepi sebuah kolam ikan di tengah taman. Kami duduk-duduk di sana dalam diam. Aku mengamati ikan-ikan yang berenang dengan tenangnya.. aku ingin jadi seperti mereka, bisa bebas berenang dengan tenangnya..
“Mila.. Mas tau, kamu ndak lagi dalam mood yang baik kan sebenere?” ucap mas Faisal mengagetkanku dari lamunan.
“Heu, eh ehm..” aku tergagap ngejawab mas Faisal, “kenapa Mas bisa bilang gitu?”
“Bisa diliat kok dari mata kamu Mil..”
Aku tersenyum sedikit, aku lupa kalau aku sedang berbicara dengan seorang calon psikolog.
“Kliatan banget ya Mas? Aku..”
“Karna Royan?”
Sekarang mataku berkaca-kaca.
“Sebenarnya Mas selama ini ngamatin kamu Mila, dan Mas bisa simpulkan kalo kamu menyukai Royan. Walaupun kamu kliatan senyum depan mereka, mata kamu ndak bisa bohong Mila..”
Sekarang air mataku benar-benar mengalir..
“Aku wis seneng Roro suwe Mas.. wis awit limang taun kepungkur. Nanging saiki posisiku malah kaya ngene.. hiks hiks.. atiku ya lara Mas, aku wis nyoba iklas ning ya angel tenan..hiks hiks
            Mas Faisal mendekatiku dan meraih kepalaku, disandarkannya di bahunya.
            Wis tenang wae Mila.. kowe percaya kekuatan jodoh tho? insyaAllah yen jodomu ya bakal balik nang kowe..”
            Aku hanya mengangguk lemah masih dalam isak tangis.
            “Pesen Mas mung siji Mila, aja nganthi kowe salah ngartekne rasa. Kudu bisa mbedakne endi obsesi karo endi tresno. Yen kowe ayem karo Royan, iso wae kui tresno. Nanging yen sing mbok rasakne iku mung kekaguman, iku dudu ayem Mil.. iku dudu tresno sing sak benere.. tresno iku ora nduwe alesan..”
            “Nggih Mas.. Mila ngerti..” aku mengangkat kepala dan melihat mata mas Faisal, “matursuwun Mas..”
            “Ya wis, saiki ndang raup kono.. ben seger maneh. Mbok ya ngguyu tho ndhok..”
            Aku tersenyum mendengarnya, lalu kuusap air mataku dengan sapu tangan yang diberikan mas Faisal, “Hahaha.. lucu ya Mas, baru ini kita bener-bener ngobrol pake basa Jawa..” ucapku kemudian.
            “Kamu yang mulai.. hahaha.”
            Sekarang aku merasa baikan. Tapi karena ndak mau ketauan Roro dan Rosa kalo aku abis nangis, aku dan mas Faisal pamitan pulang duluan lewat telpon. Kami minta maaf dan beralasan ndak ingin ngeganggu mereka berduaan. Kami keluar melalui pintu belakang.
            Mas Faisal ndak ngajak langsung pulang, ia mengajakku jalan-jalan dulu ke pasar malam. Aku mau dengan harapan bisa melupakan masalah Roro.
            Ini pertama kalinya mas Faisal bertingkah berbeda, malam ini ia benar-benar menyenangkan… atau berusaha menyenangkanku? Ia bersikap ceria dan membuat lelucon-lelucon konyol. Kami juga mencoba setiap wahana yang ada. Kami saling meledek dan tertawa bersama. Mas Faisal muntah pas turun dari wahan pertama yang kami naiki, wahana yang sering kami sebut sebagai ombak banyu..
            “Hahahahahahahaaa…. Mas Faisal cemen, masa gitu aja mabuk sih? Hahahaha” ledekku saat ia keluar dari toilet.
            “Itu karna perut Mas perlu adaptasi dulu Mil.. jangan ngledek terus kamu. Huuu…”
            “Hahaha.. halah ngeles. Bilang aja perut ndeso.. hahaha”
            “Eh enak aja, ayo kita buktiin. Kita ndak bakalan pulang sampe nyobain semua wahana di sini. Siapa yang paling banyak mabuk, dia yang ongkosin buat pulang. Berani?” tantangnya.
            “Be-ra-ni!!! Hahaha..” sahutku dengan PD-nya. Tapi ternyata, daya tahan mabuk mas Faisal setelah katanya adaptasi tadi jadi semakin kuat. Justru aku yang semakin pusing dan jadi mabuk. Akhirnya aku yang kalah..
            “Terbukti kan siapa yang perut ndeso!!! Hahaha…” ledek mas Faisal sambil berlari keluar Pasar Malam.
            “Iiiih awas mas Faisal..” aku mengejarnya sampai jalan raya.
            Kami pulang dengan taksi, kami ke rumah Pamanku dulu lalu baru mas Faisal ke tempat dimana Roro katanya sudah menunggu untuk balik ke Semarang.
            “Salam ya buat Paman kamu Mil. Maaf ndak bisa mampir dulu, udah ditunggu soale.” Ucap mas Faisal sambil tersenyum.
            “Iya Mas.. makasih ya buat malem ini. ngatos-atos nggih mas Faisal.. hehehe”
            “Inggih adeek… hahaha”
            “Huuu dasar.. hahaha”
            Lalu taksi mulai melaju. Yang bayar? Walaupun aku kalah, mas Faisal tetep ndak mau aku yang bayar ongkos. Katanya kalo ndak pake pesawat sekalian mending ndak usah dek, gitu.
            Aku memikirkan hari ini di dalam kamar. Benar-benar hari yang kontras. Tadi pagi aku shock, sore tadi aku begitu terguncang dan sedih, tapi malam ini aku begitu senang. I’ll never forget this day. Huft.. karena kelelahan aku pun terlelap tanpa terhanyut pada hal yang menyedihkan, seberat apa pun hariku bukanlah masalah yang penting tetap lebih banyak hal membahagiakan yang terjadi.
            Hari-hari berlalu, ndak kerasa bentar lagi Rosa bakalan ujian semester. Semoga nilainya memuaskan seperti biasanya. Aku ndak mau ngecewain bu Regina.
            “Dek Rosa musti pinter-pinter ngatur waktu ya.. mba harap kali ini nilai kamu lebih baik dari sebelumnya.”
            “Iya mba Mila, aamiin…”
            “Oh ya, kebahagiaan sama Kak Royan juga jadiin semangat ya dek, jangan justru males karna kebanyakan mikirin kak Royan.. hehehe”
            “Haha.. mba Mila bisa aja. Nggak kok Mba, kak Royan juga selalu nyemangatin Rosa buat belajar. Kadang malah Rosa dimarah-marahin kalo perform malem padahal besoknya ada ulangan. Kak Royan bisa galak juga..”
            “Haha.. itu kan juga demi kebaikan kamu Rosa” ucapku tulus. Aku rasa sekarang aku udah bisa menerima kenyataan. Aku udah bisa menetralisir perasaanku ke Roro. Emang belum sepenuhnya, hatiku juga masih sakit tiap melihat senyum Roro. Tapi aku berusaha meyakinkan hatiku bahwa itu bukan tresno tapi obsesi seperti pesan mas Faisal. Ku harap lambat laun aku bakalan bisa ngilangin rasa sakit tiap melihat senyum itu.
            Dan kurasa aku mulai menyadari pada siapa sebenarnya tresno-ku tertuju. Tresno-ku hanya untuk dia yang membuatku nyaman saat aku bersamanya, saat kami tersenyum bersama, saat kami saling mengejek dan menertawakan kebodohan kami sendiri. Tresno­-ku hanya untuk dia yang selalu membuatku menjadi anak kecil manis tiap bersamanya. Dialah idolaku yang sebenarnya… Mas Faisal, apakah kau pun merasakan ayem tiap bersamaku?

Maaf kalau yang ini terlalu panjang..
Karanganyar, Agustus 2013

2 komentar:

  1. Untung si Mila ndak jadian ama si Keroro-cowo-doyan-girlband-dan-rela-ke-Jakarta-demi-idolanyah-dan-kurang-kece.
    Gregetnya di Jakarta kurang dapet. Bahkan ketika tokoh si Rosa masuk. Rosa jadi kena virus medok. :o

    Salam kata!

    BalasHapus
  2. wah makasih koreksinya Rul.. brarti kurang cermat pas bikin dialog tokoh juga nih.. hehe

    salam! :D

    BalasHapus