oleh s4stika
Apa yang kau lakukan saat kau harus memilih antara orang-orang yang kau sayang?
Apakah kau menghitung
kelopak mawar hingga habis?
Atau menghitung kancing
bajumu?
Tak satupun dari pilihan itu yang kulakukan. Kebanyakan orang terdekatku
berkata bahwa aku harus mengikuti apa kata hatiku, tapi setelah aku menuruti
nasehat mereka kenapa mereka tidak bisa menerima apa kata hatiku? Mungkin
faktanya seharusnya aku tak menuruti apa kata hatiku, tapi apa kata otakku.
*** ***
“Chikaaaa!!!!”
“Ah temen-temen.. Awww” aku tersentak karena saat aku menoleh, mereka
langsung memelukku, “Eh lepacin dong, ngga bica napac ni..”
“Kan kita kangen tauk!” sahut Riska, salah satu sahabat terbaikku.
“Iya, kamu pake mudik segala sih Cheek. Padahal kan belum lebaran” sahut
Rosa satu lagi sobatku, yang suka manggil aku dengan panggilan Cheek = pipi.
“Alah dasar kalian.. yuk, ke kelas” ucapku. Kami balik badan dan..
kulihat dia, seorang teman sekelas yang menjadi idolaku selama hampir tiga
tahun ini. Namanya Gilang, dia cowok yang sempurna di mataku, wajah sempurna,
tutur kata sempurna, bakat sempurna, kecerdasan sempurna. Ah sayangnya dia
pacar sahabatku, Amy.
“Hai temen-temen..” sapa Amy yang tanpa kusadari ternyata berjalan di
sebelah Gilang.
“Haaiii… aaii..” jawab kami bertiga, yah tentu saja aku sedikit
terlambat menjawab. Lalu kami berlima berjalan menuju ruang kelas. Melihat
Gilang dan Amy berjalan di depanku sembari bergandeng tangan, ah hatiku sedikit
terguncang. Sebenarnya aku menyukai Gilang sejak pertama kami bertemu di kelas
10, tapi rasa ini kupendam dalam-dalam saat Amy yang duduk di sampingku saat
itu menepuk pundakku dan berbisik bahwa dia menyukai Gilang. Bukannya aku nggak
berusaha ngilangin rasa ini, aku udah berusaha sebisaku. Sampai saat ini aku
juga masih pacaran dengan Ricky, tetanggaku yang tak bersekolah di sini.
Bagaimana aku bisa menghilangkan rasa ini jika setiap hari aku melihat Gilang?
Melihat kesempurnaannya? Rasa ini justru kian bertambah.
Ini dia kelasku, kelas XII IPA 4 tersayang. Disini kedudukanku adalah
sebagai sekertaris kelas bersama Amy, aku menyukainya karena ya memang salah
satu kegemaranku adalah menulis. Gilang menjabat sebagai ketua kelas di sini,
yah dia memang pantas.
“Oh ya, gimana liburannya Chik? Mana oleh-olehnya?” Tanya Gilang
mengagetkanku dari lamunan.
“Haha.. oleh-olehnya udah abis. Lagian aku kan nggak liburan, Tanteku
ada hajatan” jawabku masih dengan jantung memburu.
“Alaaah.. harusnya kita yang nagih oleh-oleh sama Gilang dan Amy.
Kemaren kan pada abis liburan di Taman Mini Opsir, berduaan lagi.” cerocos
Riska
“Hahaha.. bisa aja kamu Ris, ngga ada oleh-oleh. Adanya cuman foto-foto
kita berdua” kata Amy.
“Ah iya, liat dong liat dong..” pinta Rosa dengan semangatnya.
“Nih..” Amy mengulurkan handphonenya padaku.. tunggu dulu, padaku?
Kenapa aku? aku bahkan ngga mau ngeliat, aku ngga mau tambah sakit. Ah tapi ya
sudahlah, melihat senyum Amy dan Gilang di foto-foto mereka bikin aku juga
seneng.
“Eh udah udah.. cepetan sembunyiin hapenya, ada Bu Sulis tuh”
Lalu kami memulai hari jum’at yang melelahkan. Tentu saja, kalo bagi
pelajar di Barat mungkin jum’at adalah week end yang menyenangkan, bagi kami di
sini sepanjang minggu melelahkan. Persiapan Ujian Nasional, tambahan jam
pelajaran. Tapi tidak apa, aku senang menjalaninya selama bersama sahabat-sahabatku
ini. Aku yakin perjuangan kami ini tidak akan sia-sia. Yang aku khawatirkan
adalah sebagian dari teman sekelasku yang tampaknya tidak mau melakukan
“perjuangan” yang sama. Mereka adalah Aldo cs, mereka jarang mengikuti
pelajaran dan ulangan. Tak kurang-kurang guru BP menasehati dan menghukum
mereka, yang dikhawatirkan adalah Kelulusan. Semua warga sekolah tentu tak
ingin mereka tidak lulus, walaupun mereka terkenal bandel namun mereka tetap
keluarga SMA. Tapi ya sudahlah, aku yakin mereka punya cara sendiri dalam
belajar.
Seperti saat ini, Aldo tertidur pulas saat pelajaran Fisika. Ibu Guru
hanya bisa menggeleng lemah. Ah semoga Aldo dalam tidurnya bermimpi sedang
menghapalkan rumus-rumus Fisika. :)
Bel istirahat berbunyi…
“Chika, kamu bawa lauk apa? Tukeran yuk!” ajak Riska. Memang sudah
menjadi kebiasaan kami saling berbagi dan bertukar bekal makan siang.
“Oke, tapi aku cuman bawa nasi goreng” ucapku
“Ah nasi goreng buatan kamu kan mak nyuss.. aku mau, mau banget” sahut
Rosa.
“Aku juga mau..” sahut Riska
“Aku juga..” ini kata Amy, “Aku juga..” sahut Gilang. Apa? Semoga hari
ini aku masak nggak keasinan. Satu persatu mereka mencoba nasi gorengku, dan
saat giliran Gilang,
“Aku suapin aja sayaaang..” ucap Amy.
“Ciyeeee…” koor teman-teman sekelaspun terdengar. Ah, aku juga ikut
menyuarakannya walaupun hatiku tak sependapat. Aku sebenarnya tak ingin melihat
ini, tapi semua orang akan curiga. Dan aku melihat Amy menyuapi Gilang, ah
romantis sekali mereka. Semua orang di kelas ini setuju bahwa mereka adalah
pasangan yang serasi.
Hari berlanjut hingga bel pulang sekolah berbunyi. Kami menuju parkiran
bersama-sama, ya kami memang selalu bersama. Sesuatu mengejutkanku,
“Ah no.. ban sepedaku bocor”
“Bocor Cheek? Waduh, ayuk dibawa ke bengkel dulu. Aku tarik deh pake motorku..”
Rosa menawarkan bantuan, tapi aku tahu dia mau segera les jadi rasanya aku
harus nolak.
“Ah ngga usah Ros, aku kan pake sepeda onthel jadi gampang didorong,
lagian rumah aku deket. Kamu duluan aja deh kan mau les..” sanggahku.
“Sayangnya aku ama Amy juga mau les, kita berdua boncengan..” tutur
Riska.
“Iya, udah ngga apa-apa temen-temen.. lagipula bengkel kan deket. Udah
sana duluan” usirku pada mereka. Dengan berat hati mereka pulang duluan. Aku
berjalan menuntun sepeda menuju bengkel, sendirian. Ah aku benci kesendirian,
jika aku mau aku bisa saja menelpon Ricky dan minta dijemput. Tapi aku sedang
tak ingin melihat wajahnya.
“Chika? Sepeda kamu kenapa?” suara yang ku kenal mengagetkanku dari
belakang.
“Eh Gilang, ini bocor. Udah rapat antar kelasnya?”
“Udah, bareng aku aja yuk! Sepeda kamu titipin aja di bengkel depan itu.
Kan rumah kita searah”
“Tapi, ngga ngrepotin nih? Aku berat loh.. hehe”
“Nggak lah Chik, rumah kita searah.. nih kamu pake sepedaku, aku yang dorong
sepeda kamu sampe bengkel” lalu Gilang turun dari sepeda onthelnya dan
menghampiriku, jantungku bergetar saat melihatnya melihat ke arahku yang hanya
berdiri terdiam.
“Chika, malah bengong lagi.. tuh kamu naik sepedaku”
Saat kau suka seseorang, kau tak bisa berkata “tidak” bukan? Aku
menerima bantuan Gilang. Dia benar-benar sempurna.
Di perjalanan, kami membicarakan banyak hal, tak kusangka Gilang bisa
seasyik ini. Walaupun kami sekelas tapi kami berdua jarang mengobrol di
sekolah. Kami tertawa lepas, dan tak sekalipun Gilang menyebut nama Amy atau
aku menyebut nama Ricky. Aku ingin ini terjadi selamanya, kami berboncengan di
jalan pulang. Dan jika ini hanya terjadi satu kali ini saja, aku janji akan
mengenang saat-saat manis ini selamanya.
“Chika, berarti besok kamu berangkatnya nunggu aku dulu ya? Ntar sampe
bengkel baru kamu nyepeda sendiri..”
“He’em..” seolah Gilang bisa melihat ke belakang, aku menganggukkan
kepala, “Jangan lupa sms kalo udah nyampe rumah” lanjutku. Apa? Aku menyesal
baru saja mengucapkannya pada Gilang. Sekarang dia pasti tahu kalo aku peduli
padanya.
“Haha.. siap” hanya itu yang dia ucapkan. Huuftt.. syukurlah.
Dan inboxku penuh dengan pesan dari Gilang hari ini, hanya sedikit
diselipi dengan pesan dari Ricky. Banyak hal yang kuobrolkan dengan Gilang,
mulai dari hal-hal sepele sampai hal-hal yang penting. Ini pertama kalinya,
sebelumnya Gilang tak pernah mengirimku sms jika bukan hal yang penting sekali.
Keesokan harinya Gilang menjemputku berangkat sekolah, ah saat-saat
manis terjadi dua kali sekarang. Di perjalanan kami tak henti-hentinya
mengobrol dan bercanda. Aku baru tahu kalau sebenarnya selera humor Gilang cukup
tinggi, dia suka membuat lelucon yang mengocok perut. Sempurna.
Sampai di sekolah, kami juga bercanda namun tidak berdua lagi melainkan
berlima. Dan tentu saja kali ini aku duduk berjauhan dari Gilang, tak apa asal
aku masih bisa melihat senyumnya yang sempurna. Baik aku maupun Gilang sama
sekali tak menyinggung kejadian kemarin, bahwa kami pulang bersama. Dan sore
ini, aku lihat Gilang sendirian di parkiran sekolah, ia tampak memainkan
handphonenya.
“Kok belum pulang Lang?” tanyaku heran
“Eh Chika, kan tadi brangkat bareng. Pulang juga bareng dong..”
“Kamu nungguin aku? udah lama?”
“Nggak sih, aku tahu kok kalo cewek di kamar mandi itu pasti lama..
haha”
“Enak aja.. aku bukan dari kamar mandi doang, tadi mampir di kantin
juga, makanya lama. Hehe.. ”
“Ya udah yuk pulang”
“Mau permen karet?” tawarku
“Nggak.. nggak nolak maksudnya” sahut Gilang sambil merebut hampir semua
permen karet dalam genggamanku, dan hanya tersisa satu di tanganku. Aku membuka
satu yang tertinggal itu dan mulai mengunyahnya..
“Eeee Gilaaaaang!!! Tungguin!!”
“Hahahaha… cepetan lelet”
Dan momen manis terjadi lagi hari ini.
Dan hari-hari berikutnya.
*** ***
“Chika sayang, bsok minggu
maen yuk” sms sebaris dari Ricky, tapi sayangnya aku sudah
punya janji dengan Gilang buat jogging bareng keliling komplek.
“Maaf ya Rick, aku ngga
bisa”
“knpaa sayang? Kita udh lama
bnget gak jalan berdua. Kita jga jarang bnget komunikasi. Kita btuh bicara. Aku
serius”
“aku jga serius Ricky.
Mngkin mnggu dpan”
“mnggu lalu kmu udh bilang
gitu”
“tapi aku bner2 ngga bisa”
“ada apa sih ama kamu Chika?
Kamu berubah..”
“I’m just being me Ricky..” dan itu pesan yang mengakhiri obrolan kami. Ricky, aku bahkan hampir
ngelupain dia. Tapi aku justru ngerasa bebas dan aku nyaman dengan keadaan yang
sekarang, aku dekat dengan Gilang.
“Chika, bsok minggu kita
maen yuk.. Gilang katanya ngga bisa maen k rmah aku” pesan sebaris dari Amy yang sukses membuat jantungku berdebar kencang.
Jadi Gilang rela ngebohongin Amy buat aku? itu juga yang aku lakuin sama
Ricky..
“Maaf bnget Amy, kyaknya gak
bsa deh. Ada sodara yg mau k rmahku” sejak kapan aku
pandai berbohong? Pada sahabat sendiri?
“Oh, ya udah Chika gpp. Aku
mau sms Riska aja klo gtu, skalian ngjak Rosa. Sayang bnget kmu ngga bsa
ikut..”
“iya, have fun yaa J”
Hhhuuftt.. aku lempar sembarangan hapeku ke kasur. Tapi lagi-lagi ada
pesan, kali ini siapa lagi yang pengin aku sport jantung?
“Chika lgi ngpain?” dari Gilang, dia melegakan hatiku.
“Gilang, aku mulai ngga
ngrti apa yg kita lakuin skarang..”
“mksud kamu apa Chika? Kita
jalanin aja apa adanya.”
“tapi aku ngga mau nyakitin
siapapun”
“Chika, apa kamu nyaman sama
aku?”
“Tentu..”
“Bgitu pula aku, sbenernya
dari dulu aku suka sama kamu bukan Amy” pesan singkat
yang berhasil membuat jantungku berdebar cepat lagi.
“Chika? Knpa kamu diem?
Maaf, tpi aku rasa udah saatnya aku jujur. Dari dulu aku ngga sayang sama Amy,
aku cuman.. well, aku suka sama dia. Sama keceriaan dan perhatian dia. Tapi aku
ngga tau, aku selalu gagal ngehapus kamu dari pndangan aku. Inside, I’m dying
to be with you. mngkin kamu bakal marah
stelah ini karna kamu anggep aku udah mempermainkan sahabat kamu, tapi aku udah
jujur skarang dan aku udah lega. Dan aku rela klo stelah ini aku diputusin Amy
dan kamu juga benci sama aku. aku lega udah jujur sama perasaanku. Skarang,
keputusan ada di tangan kamu.. aku
menunggu kabar darimu”
Gilang? Benarkah yang diucapkannya ini? lalu sekarang aku musti gimana?
Di satu sisi, aku tentu seneng banget karena ternyata rasaku ini ngga bertepuk
sebelah tangan. Tapi di sisi lain, kalo aku nurutin prasaan aku ini mungkin aku
bakalan kehilangan orang-orang tersayangku. Oh Tuhan, apa yang harus Chika
lakukan?
Keesokan harinya, aku ngga mau masuk sekolah. Kata Ibu, Gilang
menghampiri ke rumah tapi aku minta Ibu buat bilang kalo aku sakit dan ngga
masuk sekolah. Bagaimana aku bisa masuk sekolah? Aku ngga berani menatap mata
sahabat-sahabatku, apalagi Gilang. Aku ngga tau musti gimana.
Ibu memasuki kamarku dan melihatku berlinang air mata.
“Kamu kenapa sayang? Ibu tahu, kamu ngga bener-bener sakit kan?”
“Ibu.. hiks hiks.. Chika, Chika bingung Bu”
“Kenapa? Cerita dong sama Ibu” ucap Ibu sambil mengelus-elus rambutku,
kebiasaan itu yang dilakukan Ibu tiap kali aku menangis karena itu membuatku
lebih tenang.
Kubuka pesan dari Gilang semalam, dan kubiarkan Ibu membacanya.
“Sayang, Ibu tahu prasaan kamu. Kamu dihadapkan pada pilihan yang
berat..”
“Chika bingung Bu.. Chika musti gimana?”
“Chika.. turutin apa kata hati kamu. Itu sudah cukup, karena yang akan
merasakan akibat dari keputusan kamu adalah hati kamu. Perasaan kamu. Jika kamu
memutuskan satu hal, yang ngerasain seneng ato susahnya kan hati kamu.. Ibu
percaya kamu bisa mengambil keputusan yang bisa bikin kamu bahagia.”
“Iya Ibu, Ibu yang terhebat.. hiks hiks.. makasih Ibu. Chika sayaaang
Ibu” lalu aku terlelap dalam pelukan Ibu.
*** ***
“Ricky, maafin aku. kita
putus mulai hari ini, mkasih atas smua hal yg udah kita lalui bersama. Maafin
semua kesalahan aku” terkirim. Sukses. Jantungku berdebar kencang.
“tp Chika? Apa salahku?
Jelasin..”
“kamu ngga salah apapun
Ricky, selama ini aku yg salah. Aku mnta maaf banget, aku ngga mau smakin
nyakitin kamu.. dan aku harap kita bisa tetap berteman”
“Ok kalo itu emng kputusan
kamu. Sbenernya aku jga mau jujur sama kamu Chika kalo sbenernya aku udah
jadian sama Vita tmen satu skolah aku. maaf Chika..”
“Kamu ngga prlu mnta maaf
Ricky, aku maklum kamu pasti ngga bahagia punya pacar seperti aku. semoga kamu
bahagia sama Vita. Sampaikan salamku buat dia yaa.. J”
Dan aku sangat lega. Aku lega tidak menyakiti Ricky yang baik. Sekarang,
bagaimana aku menjawab Gilang dan memberitahu sahabat-sahabatku?
“Gilang, aku rasa aku ngga
kuat melawan dunia..” terkirim. Sukses. Lama
sekali Gilang ngebales dan itu ngebuat jantungku berdebar semakin kencang. 15
menit, akhirnya..
“Gpp Chika, aku anggep itu
jawaban ‘tidak’ :’) makasih atas jawabannya. Aku ikhlas, dan satu lagi. Hari
ini aku putus ama Amy dan aku udah ngungkapin semuanya. Aku sndiri ngga percaya
aku nglakuin itu. Dan tentu saja, Amy nangis, Riska dan Rosa marah. Tapi Chika
kamu ngga usah khawatir, mereka ngga benci kamu kok. Sekali lagi, aku lega
Chika. Semoga kamu bahagia dengan keputusan kamu” Tak terasa air mataku mengalir.
Gilang.. kau begitu sempurna.
“Tapi Gilang, maksud aku
adalah aku rasa aku ngga kuat melawan dunia tanpa kamu..” sekarang aku menangis sekeras suaraku. Yang terlintas adalah wajah-wajah
sahabat dan teman-teman di sekolah. Saat-saat dimana kami saling bercanda,
saling ngerjain dan usil. Saat-saat mereka memelukku erat, saat-saat kami
berbagi makanan bersama. Saat-saat yang aku tahu akan sangat aku rindukan. Dan
apa yang akan mereka katakan nanti?
“Chika.. makasih atas
semuanya. Aku janji kita pasti bisa melewati ini :) ” balas Gilang dengan cepatnya.
“I Trust You..” Aku harap keputusan ini benar, dan membuatku bahagia.
*** ***
Hari kelulusan tiba, dan senangnyaaa.. semua murid di SMA kami lulus.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah Aldo yang mendapatkan nilai tertinggi di
antara murid IPA. Entah apa rahasianya, tak pernah ada yang tahu. Mungkin dia
emang bermimpi ngapalin rumus Fisika kalo lagi tidur.
Sahabat-sahabatku masih saja menjauhiku, melirik kejam padaku yang duduk
bersebelahan dengan Gilang dihari perpisahan ini. Aku tak menyesalinya, aku
sudah seribu kali mencoba mendekati mereka tapi seribu kali pula mereka menjauhiku.
Aku menyerah meminta maaf mereka, aku yakin suatu hari mereka akan mengerti.
Jadi begitulah aku mengakhiri masa SMA-ku. Pada akhirnya aku memang
kehilangan sahabat-sahabat dan kepercayaan dari teman-temanku. Tapi aku
dapatkan Cinta Sempurna. Aku selalu percaya bahwa untuk mendapatkan suatu
kebahagiaan, terkadang kita harus melepaskan kebahagiaan yang lain. Dan Aku
bahagia dengan semua momen manis yang kami lalui bersama.. :)
Karanganyar, 25 April 2013
Karanganyar, 25 April 2013
Suka banget sih sama cinta-tak-terungkap. :)
BalasHapusiya.. lagi suka tema itu. soalnya kalo yg udah cinta-cintaan aku belum ada "feel" :p
BalasHapusabis ini insyaAlloh pake tema lain :D