Kamis, 29 Agustus 2013

Sempurna


oleh s4stika

Apa yang kau lakukan saat kau harus memilih antara orang-orang yang kau sayang?
Apakah kau menghitung kelopak mawar hingga habis?
Atau menghitung kancing bajumu?
Tak satupun dari pilihan itu yang kulakukan. Kebanyakan orang terdekatku berkata bahwa aku harus mengikuti apa kata hatiku, tapi setelah aku menuruti nasehat mereka kenapa mereka tidak bisa menerima apa kata hatiku? Mungkin faktanya seharusnya aku tak menuruti apa kata hatiku, tapi apa kata otakku.
Ini kisahku, tentang bagaimana aku mengakhiri masa SMA-ku.
***                                          ***
“Chikaaaa!!!!”
“Ah temen-temen.. Awww” aku tersentak karena saat aku menoleh, mereka langsung memelukku, “Eh lepacin dong, ngga bica napac ni..”
“Kan kita kangen tauk!” sahut Riska, salah satu sahabat terbaikku.
“Iya, kamu pake mudik segala sih Cheek. Padahal kan belum lebaran” sahut Rosa satu lagi sobatku, yang suka manggil aku dengan panggilan Cheek = pipi.
“Alah dasar kalian.. yuk, ke kelas” ucapku. Kami balik badan dan.. kulihat dia, seorang teman sekelas yang menjadi idolaku selama hampir tiga tahun ini. Namanya Gilang, dia cowok yang sempurna di mataku, wajah sempurna, tutur kata sempurna, bakat sempurna, kecerdasan sempurna. Ah sayangnya dia pacar sahabatku, Amy.
“Hai temen-temen..” sapa Amy yang tanpa kusadari ternyata berjalan di sebelah Gilang.
“Haaiii… aaii..” jawab kami bertiga, yah tentu saja aku sedikit terlambat menjawab. Lalu kami berlima berjalan menuju ruang kelas. Melihat Gilang dan Amy berjalan di depanku sembari bergandeng tangan, ah hatiku sedikit terguncang. Sebenarnya aku menyukai Gilang sejak pertama kami bertemu di kelas 10, tapi rasa ini kupendam dalam-dalam saat Amy yang duduk di sampingku saat itu menepuk pundakku dan berbisik bahwa dia menyukai Gilang. Bukannya aku nggak berusaha ngilangin rasa ini, aku udah berusaha sebisaku. Sampai saat ini aku juga masih pacaran dengan Ricky, tetanggaku yang tak bersekolah di sini. Bagaimana aku bisa menghilangkan rasa ini jika setiap hari aku melihat Gilang? Melihat kesempurnaannya? Rasa ini justru kian bertambah.
Ini dia kelasku, kelas XII IPA 4 tersayang. Disini kedudukanku adalah sebagai sekertaris kelas bersama Amy, aku menyukainya karena ya memang salah satu kegemaranku adalah menulis. Gilang menjabat sebagai ketua kelas di sini, yah dia memang pantas.
“Oh ya, gimana liburannya Chik? Mana oleh-olehnya?” Tanya Gilang mengagetkanku dari lamunan.
“Haha.. oleh-olehnya udah abis. Lagian aku kan nggak liburan, Tanteku ada hajatan” jawabku masih dengan jantung memburu.
“Alaaah.. harusnya kita yang nagih oleh-oleh sama Gilang dan Amy. Kemaren kan pada abis liburan di Taman Mini Opsir, berduaan lagi.” cerocos Riska
“Hahaha.. bisa aja kamu Ris, ngga ada oleh-oleh. Adanya cuman foto-foto kita berdua” kata Amy.
“Ah iya, liat dong liat dong..” pinta Rosa dengan semangatnya.
“Nih..” Amy mengulurkan handphonenya padaku.. tunggu dulu, padaku? Kenapa aku? aku bahkan ngga mau ngeliat, aku ngga mau tambah sakit. Ah tapi ya sudahlah, melihat senyum Amy dan Gilang di foto-foto mereka bikin aku juga seneng.
“Eh udah udah.. cepetan sembunyiin hapenya, ada Bu Sulis tuh”
Lalu kami memulai hari jum’at yang melelahkan. Tentu saja, kalo bagi pelajar di Barat mungkin jum’at adalah week end yang menyenangkan, bagi kami di sini sepanjang minggu melelahkan. Persiapan Ujian Nasional, tambahan jam pelajaran. Tapi tidak apa, aku senang menjalaninya selama bersama sahabat-sahabatku ini. Aku yakin perjuangan kami ini tidak akan sia-sia. Yang aku khawatirkan adalah sebagian dari teman sekelasku yang tampaknya tidak mau melakukan “perjuangan” yang sama. Mereka adalah Aldo cs, mereka jarang mengikuti pelajaran dan ulangan. Tak kurang-kurang guru BP menasehati dan menghukum mereka, yang dikhawatirkan adalah Kelulusan. Semua warga sekolah tentu tak ingin mereka tidak lulus, walaupun mereka terkenal bandel namun mereka tetap keluarga SMA. Tapi ya sudahlah, aku yakin mereka punya cara sendiri dalam belajar.
Seperti saat ini, Aldo tertidur pulas saat pelajaran Fisika. Ibu Guru hanya bisa menggeleng lemah. Ah semoga Aldo dalam tidurnya bermimpi sedang menghapalkan rumus-rumus Fisika. :)
Bel istirahat berbunyi…
“Chika, kamu bawa lauk apa? Tukeran yuk!” ajak Riska. Memang sudah menjadi kebiasaan kami saling berbagi dan bertukar bekal makan siang.
“Oke, tapi aku cuman bawa nasi goreng” ucapku
“Ah nasi goreng buatan kamu kan mak nyuss.. aku mau, mau banget” sahut Rosa.
“Aku juga mau..” sahut Riska
“Aku juga..” ini kata Amy, “Aku juga..” sahut Gilang. Apa? Semoga hari ini aku masak nggak keasinan. Satu persatu mereka mencoba nasi gorengku, dan saat giliran Gilang,
“Aku suapin aja sayaaang..” ucap Amy.
“Ciyeeee…” koor teman-teman sekelaspun terdengar. Ah, aku juga ikut menyuarakannya walaupun hatiku tak sependapat. Aku sebenarnya tak ingin melihat ini, tapi semua orang akan curiga. Dan aku melihat Amy menyuapi Gilang, ah romantis sekali mereka. Semua orang di kelas ini setuju bahwa mereka adalah pasangan yang serasi.
Hari berlanjut hingga bel pulang sekolah berbunyi. Kami menuju parkiran bersama-sama, ya kami memang selalu bersama. Sesuatu mengejutkanku,
“Ah no.. ban sepedaku bocor”
“Bocor Cheek? Waduh, ayuk dibawa ke bengkel dulu. Aku tarik deh pake motorku..” Rosa menawarkan bantuan, tapi aku tahu dia mau segera les jadi rasanya aku harus nolak.
“Ah ngga usah Ros, aku kan pake sepeda onthel jadi gampang didorong, lagian rumah aku deket. Kamu duluan aja deh kan mau les..” sanggahku.
“Sayangnya aku ama Amy juga mau les, kita berdua boncengan..” tutur Riska.
“Iya, udah ngga apa-apa temen-temen.. lagipula bengkel kan deket. Udah sana duluan” usirku pada mereka. Dengan berat hati mereka pulang duluan. Aku berjalan menuntun sepeda menuju bengkel, sendirian. Ah aku benci kesendirian, jika aku mau aku bisa saja menelpon Ricky dan minta dijemput. Tapi aku sedang tak ingin melihat wajahnya.
“Chika? Sepeda kamu kenapa?” suara yang ku kenal mengagetkanku dari belakang.
“Eh Gilang, ini bocor. Udah rapat antar kelasnya?”
“Udah, bareng aku aja yuk! Sepeda kamu titipin aja di bengkel depan itu. Kan rumah kita searah”
“Tapi, ngga ngrepotin nih? Aku berat loh.. hehe”
“Nggak lah Chik, rumah kita searah.. nih kamu pake sepedaku, aku yang dorong sepeda kamu sampe bengkel” lalu Gilang turun dari sepeda onthelnya dan menghampiriku, jantungku bergetar saat melihatnya melihat ke arahku yang hanya berdiri terdiam.
“Chika, malah bengong lagi.. tuh kamu naik sepedaku”
Saat kau suka seseorang, kau tak bisa berkata “tidak” bukan? Aku menerima bantuan Gilang. Dia benar-benar sempurna.
Di perjalanan, kami membicarakan banyak hal, tak kusangka Gilang bisa seasyik ini. Walaupun kami sekelas tapi kami berdua jarang mengobrol di sekolah. Kami tertawa lepas, dan tak sekalipun Gilang menyebut nama Amy atau aku menyebut nama Ricky. Aku ingin ini terjadi selamanya, kami berboncengan di jalan pulang. Dan jika ini hanya terjadi satu kali ini saja, aku janji akan mengenang saat-saat manis ini selamanya.
“Chika, berarti besok kamu berangkatnya nunggu aku dulu ya? Ntar sampe bengkel baru kamu nyepeda sendiri..”
“He’em..” seolah Gilang bisa melihat ke belakang, aku menganggukkan kepala, “Jangan lupa sms kalo udah nyampe rumah” lanjutku. Apa? Aku menyesal baru saja mengucapkannya pada Gilang. Sekarang dia pasti tahu kalo aku peduli padanya.
“Haha.. siap” hanya itu yang dia ucapkan. Huuftt.. syukurlah.
Dan inboxku penuh dengan pesan dari Gilang hari ini, hanya sedikit diselipi dengan pesan dari Ricky. Banyak hal yang kuobrolkan dengan Gilang, mulai dari hal-hal sepele sampai hal-hal yang penting. Ini pertama kalinya, sebelumnya Gilang tak pernah mengirimku sms jika bukan hal yang penting sekali.
Keesokan harinya Gilang menjemputku berangkat sekolah, ah saat-saat manis terjadi dua kali sekarang. Di perjalanan kami tak henti-hentinya mengobrol dan bercanda. Aku baru tahu kalau sebenarnya selera humor Gilang cukup tinggi, dia suka membuat lelucon yang mengocok perut. Sempurna.
Sampai di sekolah, kami juga bercanda namun tidak berdua lagi melainkan berlima. Dan tentu saja kali ini aku duduk berjauhan dari Gilang, tak apa asal aku masih bisa melihat senyumnya yang sempurna. Baik aku maupun Gilang sama sekali tak menyinggung kejadian kemarin, bahwa kami pulang bersama. Dan sore ini, aku lihat Gilang sendirian di parkiran sekolah, ia tampak memainkan handphonenya.
“Kok belum pulang Lang?” tanyaku heran
“Eh Chika, kan tadi brangkat bareng. Pulang juga bareng dong..”
“Kamu nungguin aku? udah lama?”
“Nggak sih, aku tahu kok kalo cewek di kamar mandi itu pasti lama.. haha”
“Enak aja.. aku bukan dari kamar mandi doang, tadi mampir di kantin juga, makanya lama. Hehe.. ”
“Ya udah yuk pulang”
“Mau permen karet?” tawarku
“Nggak.. nggak nolak maksudnya” sahut Gilang sambil merebut hampir semua permen karet dalam genggamanku, dan hanya tersisa satu di tanganku. Aku membuka satu yang tertinggal itu dan mulai mengunyahnya..
“Eeee Gilaaaaang!!! Tungguin!!”
“Hahahaha… cepetan lelet”
Dan momen manis terjadi lagi hari ini.
Dan hari-hari berikutnya.
***                              ***
“Chika sayang, bsok minggu maen yuk” sms sebaris dari Ricky, tapi sayangnya aku sudah punya janji dengan Gilang buat jogging bareng keliling komplek.
“Maaf ya Rick, aku ngga bisa”
“knpaa sayang? Kita udh lama bnget gak jalan berdua. Kita jga jarang bnget komunikasi. Kita btuh bicara. Aku serius”
“aku jga serius Ricky. Mngkin mnggu dpan”
“mnggu lalu kmu udh bilang gitu”
“tapi aku bner2 ngga bisa”
“ada apa sih ama kamu Chika? Kamu berubah..”
“I’m just being me Ricky..” dan itu pesan yang mengakhiri obrolan kami. Ricky, aku bahkan hampir ngelupain dia. Tapi aku justru ngerasa bebas dan aku nyaman dengan keadaan yang sekarang, aku dekat dengan Gilang.
“Chika, bsok minggu kita maen yuk.. Gilang katanya ngga bisa maen k rmah aku” pesan sebaris dari Amy yang sukses membuat jantungku berdebar kencang. Jadi Gilang rela ngebohongin Amy buat aku? itu juga yang aku lakuin sama Ricky..
“Maaf bnget Amy, kyaknya gak bsa deh. Ada sodara yg mau k rmahku” sejak kapan aku pandai berbohong? Pada sahabat sendiri?
“Oh, ya udah Chika gpp. Aku mau sms Riska aja klo gtu, skalian ngjak Rosa. Sayang bnget kmu ngga bsa ikut..”
“iya, have fun yaa J
Hhhuuftt.. aku lempar sembarangan hapeku ke kasur. Tapi lagi-lagi ada pesan, kali ini siapa lagi yang pengin aku sport jantung?
“Chika lgi ngpain?” dari Gilang, dia melegakan hatiku.
“Gilang, aku mulai ngga ngrti apa yg kita lakuin skarang..”
“mksud kamu apa Chika? Kita jalanin aja apa adanya.”
“tapi aku ngga mau nyakitin siapapun”
“Chika, apa kamu nyaman sama aku?”
“Tentu..”
“Bgitu pula aku, sbenernya dari dulu aku suka sama kamu bukan Amy” pesan singkat yang berhasil membuat jantungku berdebar cepat lagi.
“Chika? Knpa kamu diem? Maaf, tpi aku rasa udah saatnya aku jujur. Dari dulu aku ngga sayang sama Amy, aku cuman.. well, aku suka sama dia. Sama keceriaan dan perhatian dia. Tapi aku ngga tau, aku selalu gagal ngehapus kamu dari pndangan aku. Inside, I’m dying to be with you.  mngkin kamu bakal marah stelah ini karna kamu anggep aku udah mempermainkan sahabat kamu, tapi aku udah jujur skarang dan aku udah lega. Dan aku rela klo stelah ini aku diputusin Amy dan kamu juga benci sama aku. aku lega udah jujur sama perasaanku. Skarang, keputusan ada di tangan  kamu.. aku menunggu kabar darimu”
Gilang? Benarkah yang diucapkannya ini? lalu sekarang aku musti gimana? Di satu sisi, aku tentu seneng banget karena ternyata rasaku ini ngga bertepuk sebelah tangan. Tapi di sisi lain, kalo aku nurutin prasaan aku ini mungkin aku bakalan kehilangan orang-orang tersayangku. Oh Tuhan, apa yang harus Chika lakukan?
Keesokan harinya, aku ngga mau masuk sekolah. Kata Ibu, Gilang menghampiri ke rumah tapi aku minta Ibu buat bilang kalo aku sakit dan ngga masuk sekolah. Bagaimana aku bisa masuk sekolah? Aku ngga berani menatap mata sahabat-sahabatku, apalagi Gilang. Aku ngga tau musti gimana.
Ibu memasuki kamarku dan melihatku berlinang air mata.
“Kamu kenapa sayang? Ibu tahu, kamu ngga bener-bener sakit kan?”
“Ibu.. hiks hiks.. Chika, Chika bingung Bu”
“Kenapa? Cerita dong sama Ibu” ucap Ibu sambil mengelus-elus rambutku, kebiasaan itu yang dilakukan Ibu tiap kali aku menangis karena itu membuatku lebih tenang.
Kubuka pesan dari Gilang semalam, dan kubiarkan Ibu membacanya.
“Sayang, Ibu tahu prasaan kamu. Kamu dihadapkan pada pilihan yang berat..”
“Chika bingung Bu.. Chika musti gimana?”
“Chika.. turutin apa kata hati kamu. Itu sudah cukup, karena yang akan merasakan akibat dari keputusan kamu adalah hati kamu. Perasaan kamu. Jika kamu memutuskan satu hal, yang ngerasain seneng ato susahnya kan hati kamu.. Ibu percaya kamu bisa mengambil keputusan yang bisa bikin kamu bahagia.”
“Iya Ibu, Ibu yang terhebat.. hiks hiks.. makasih Ibu. Chika sayaaang Ibu” lalu aku terlelap dalam pelukan Ibu.
***                              ***
“Ricky, maafin aku. kita putus mulai hari ini, mkasih atas smua hal yg udah kita lalui bersama. Maafin semua kesalahan aku” terkirim. Sukses. Jantungku berdebar kencang.
“tp Chika? Apa salahku? Jelasin..”
“kamu ngga salah apapun Ricky, selama ini aku yg salah. Aku mnta maaf banget, aku ngga mau smakin nyakitin kamu.. dan aku harap kita bisa tetap berteman”
“Ok kalo itu emng kputusan kamu. Sbenernya aku jga mau jujur sama kamu Chika kalo sbenernya aku udah jadian sama Vita tmen satu skolah aku. maaf Chika..”
“Kamu ngga prlu mnta maaf Ricky, aku maklum kamu pasti ngga bahagia punya pacar seperti aku. semoga kamu bahagia sama Vita. Sampaikan salamku buat dia yaa.. J
Dan aku sangat lega. Aku lega tidak menyakiti Ricky yang baik. Sekarang, bagaimana aku menjawab Gilang dan memberitahu sahabat-sahabatku?
“Gilang, aku rasa aku ngga kuat melawan dunia..” terkirim. Sukses. Lama sekali Gilang ngebales dan itu ngebuat jantungku berdebar semakin kencang. 15 menit, akhirnya..
“Gpp Chika, aku anggep itu jawaban ‘tidak’ :’) makasih atas jawabannya. Aku ikhlas, dan satu lagi. Hari ini aku putus ama Amy dan aku udah ngungkapin semuanya. Aku sndiri ngga percaya aku nglakuin itu. Dan tentu saja, Amy nangis, Riska dan Rosa marah. Tapi Chika kamu ngga usah khawatir, mereka ngga benci kamu kok. Sekali lagi, aku lega Chika. Semoga kamu bahagia dengan keputusan kamu”  Tak terasa air mataku mengalir. Gilang.. kau begitu sempurna.
“Tapi Gilang, maksud aku adalah aku rasa aku ngga kuat melawan dunia tanpa kamu..” sekarang aku menangis sekeras suaraku. Yang terlintas adalah wajah-wajah sahabat dan teman-teman di sekolah. Saat-saat dimana kami saling bercanda, saling ngerjain dan usil. Saat-saat mereka memelukku erat, saat-saat kami berbagi makanan bersama. Saat-saat yang aku tahu akan sangat aku rindukan. Dan apa yang akan mereka katakan nanti?
“Chika.. makasih atas semuanya. Aku janji kita pasti bisa melewati ini :) balas Gilang dengan cepatnya.
“I Trust You..” Aku harap keputusan ini benar, dan membuatku bahagia.
***                              ***
Hari kelulusan tiba, dan senangnyaaa.. semua murid di SMA kami lulus. Yang lebih mengejutkan lagi adalah Aldo yang mendapatkan nilai tertinggi di antara murid IPA. Entah apa rahasianya, tak pernah ada yang tahu. Mungkin dia emang bermimpi ngapalin rumus Fisika kalo lagi tidur.
Sahabat-sahabatku masih saja menjauhiku, melirik kejam padaku yang duduk bersebelahan dengan Gilang dihari perpisahan ini. Aku tak menyesalinya, aku sudah seribu kali mencoba mendekati mereka tapi seribu kali pula mereka menjauhiku. Aku menyerah meminta maaf mereka, aku yakin suatu hari mereka akan mengerti.
Jadi begitulah aku mengakhiri masa SMA-ku. Pada akhirnya aku memang kehilangan sahabat-sahabat dan kepercayaan dari teman-temanku. Tapi aku dapatkan Cinta Sempurna. Aku selalu percaya bahwa untuk mendapatkan suatu kebahagiaan, terkadang kita harus melepaskan kebahagiaan yang lain. Dan Aku bahagia dengan semua momen manis yang kami lalui bersama.. :)

Karanganyar, 25 April 2013

2 komentar:

  1. Suka banget sih sama cinta-tak-terungkap. :)

    BalasHapus
  2. iya.. lagi suka tema itu. soalnya kalo yg udah cinta-cintaan aku belum ada "feel" :p

    abis ini insyaAlloh pake tema lain :D

    BalasHapus