Senin, 15 September 2014

Kejujuran Sepahit Madu

s4stika


Siang yang bersinar.

Mentari sinarnya menembus melalui atmosfer –seperti biasa- dan mencapai bumi dalam keadaan selamat. Sinarnya ikut menyinari alunan bolpoin dalam genggaman Wawan yang menari-nari menuliskan angka-angka di atas lembaran kertas ulangan Fisikanya. Sinar mentari yang turut menghantarkan kalor pun membantu proses pengeringan tinta bolpoin dengan begitu cepatnya.

“Aduh! Aku lupa rumusnya! Ergh…” gerutu Wawan geram dan menghentikan tarian bolpoinnya seraya menepuk jidatnya sendiri yang ia tahu bahwa itu takkan membuatnya benjol.

Rabu, 10 September 2014

Mencintai Mati, Menghidupi Malu [Bagian 2]

Lanjutan dari Mencintai Mati, Mengidupi Malu [Bagian 1]


          Dalam cerita sebelumnya, Pak Rian diculik oleh seorang yang tak dikenal sepulang mengajar. Dan pada akhirnya beliau tahu kalau orang itu adalah mahasiswanya sendiri.
“Lepaskan saya!! Apa salah saya? Kalau kamu mahasiswa yang tidak suka dengan cara saya mengajar dan memberi nilai, katakan saja langsung. Jangan menggunakan cara yang biadab seperti ini!!”
“Biadab anda bilang? Hahaha.. lucu sekali mendengar kata biadab yang diucapkan oleh manusia biadab. Dan biar saya luruskan, ini bukan tentang nilai. Sama sekali bukan.”
“Lantas?” sahut pak Rian dengan suara yang sudah tidak berteriak.
            “Hhhh…” suara aneh itu menghela napas, “pertanyaan bapak mengingatkan saya bahwa saya benar-benar ingin menghabisi bapak secepatnya.”
            “Apa???” sahut pak Rian dengan mata membelalak sekaligus mengisyaratkan ketakutan.
            “Tapi santai saja dulu pak karena sebenarnya pertanyaan bapak tadi sekaligus membuat saya sedih, karena pertanyaan itu mengingatkan saya pada penyebab apa yang saya lakukan hari ini. Membuat saya sedih karena teringat pada kakak saya, Nurina…”
            Mendengar penuturan suara aneh itu, Pak Rian tercekat, ia menelan ludah dan angannya menerawang ke masa lalu.
            “Mas Rian…”

Jumat, 05 September 2014

Mencintai Mati, Menghidupi Malu [Bagian 1]

s4stika


Selasa yang indah.
Betapa tidak indah? Sinar mentari dhuha yang seharusnya menghangatkan kulit, selasa ini justru tertutup gumpalan hasil kondensasi yang menggelap. Betapa tidak indah? Angin sepoi yang seharusnya menyejukkan respirasi, selasa ini justru saling berlomba menumbangkan segala yang ada di hadapannya. Betapa tidak indah? Hari ini ada mata kuliah dosen yang sangat kau segani, meskipun alam tak merestui. Selasa kelam yang indah ini dirasakan Wulan sebagai hari yang tepat.
Selasa yang kelam.
Betapa tidak kelam? Ayam jago masih tetap berkokok menyerukan kegembiraannya, meskipun mentari terhalang sinarnya. Betapa tidak kelam? Hawa yang tepat untuk terbuai mimpi, justru dipaksa dosen paling tak disegani untuk tetap ada perkuliahan. Selasa indah yang kelam ini dirasakan Rendi sebagai hari yang tak tepat.

Rabu, 03 September 2014

Draft 9: Semua Ada Alasannya


Pagi ini aku terbangun dengan perasaan dan sebab yang berbeda. Perasaan yang berbeda; biasanya rasa malas yang menghinggapi kepalaku, tapi pagi ini rasanya segar dan menyejukkan. Sebab yang berbeda; biasanya aku terbangun karena suara ibuku yang membangunkanku –setelah berseru untuk ke sekian kalinya, tapi pagi ini sebabnya adalah suara adzan subuh yang berkumandang pas pada lafadz Hayya ‘Alash Sholaah…  ah, Alhamdulillah.

Dan teman-teman, ternyata bangun pagi itu memang baik bagi pikiran dan hati. Menjadi lebih tenang, terutama saat merasakan perasaan nyaman mendengarkan nyanyian Kukuruyuuk yang bersahutan, ah terdengar bagai simfoni yang indah. Bukankah suara para ayam jago itu menandakan bahwa mereka melihat para malaikat? Saat seperti itu, perasaan bahagia menyeruak dan membuatku ingin memanjatkan doa-doa yang banyak dengan harapan para malaikat akan membawanya ke hadapan Allah…

Draft 8: Jembatan Asosiasi

Tolong jangan tanya, apa itu jembatan asosiasi, karena aku sendiri belum paham betul dengan frasa itu. Tapi kalian boleh menghujat, lantas kenapa membuat entri dengan judul tersebut? Well, Jembatan Asosiasi adalah satu-satunya frasa yang menggelitik pikiranku kala kuliah pagi tadi.
Harus kuakui, kuliah Teknologi Pembelajaran dengan dosen pagi tadi cukup menarik –cukup disayangkan pula, karna aku selalu duduk di barisan belakang.
Jadi begini, sang dosen mengawali perkuliahan dengan pengenalan tentang pentingnya Teknologi Pembelajaran, dengan cara yang unik, yang mengingatkanku pada sebuah kutipan yang kurang lebih begini:
Manusia suka mendengar, dan ingin didengarkan.
Manusia suka memahami, dan ingin dipahami.
Manusia suka mencintai, dan ingin dicintai.
Begitulah, manusia adalah makhluk komununikasi dua arah –two ways communication.

Draft 7: "Being Nothing" is Nonsense


Adakah yang percaya bahwa “Being nothing is nonsense.”?
Kalau kalian percaya, berarti kita memiliki frekuensi yang sama dalam hal ini –dan berdasarkan fisika, jika dua benda memiliki frekuensi yang sama maka dapat menghasilkan resonansi. #Ah lupakan.. –
Tapi, kalau kalian belum percaya, coba simak paragraph berikut ini yang saya kutip dari sebuah buku inspiratif hasil karya Zabrina A. Bakar yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia:
“… tetapi untuk menghadirkan sebuah simfoni, harus seluruh orchestra yang bermain. Setiap musisi memainkan instrument yang berbeda, dan setiap instrument berperan unik dalam orchestra itu. Jika satu saja instrument tidak ada, keseluruhan simfoni akan rusak. Tak ada musisi yang iri pada musisi lain karea mereka semua sangat memahami alasan yang mendasari keberadaan mereka dalam orchestra itu. Mereka saling membutuhkan!